INSAN TAQWA

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA,INSAN TAQWA ,ADALAH MANUSIA YANG SELALU MELAKSANAKAN AJARAN ALLAH DAN ROSULNYA,PENGUMUMAN BAGI SIAPA SAJA YANG KESULITAN MENGHITUNG HARTA WARIS,TLP.081310999109/081284172971/0215977184 DENGAN BAPAK WAHDAN.SAG

Jumat, 24 Desember 2010

PEREMPUAN


PEREMPUAN

OLEH:Ustd wahdan Al-haq,S.Ag

                       


                                   
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
Artinya “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujurat ayat 13)


Laki-laki difitrahkan oleh Allah Swt sebagai pemimpin, karena itu tempat mereka dalam kehidupan ini berada setingkat di atas wanita. Allah Swt menciptakan laki-laki dengan tanggungjawab yang lebih besar  dibanding perempuan, juga sesuai dengan fitrahnya.  Demikian pula Allah Swt menciptakan wanita dengan fisik yang lemah, sesuai dengan fitrahnya.  Allah Swt menciptakan  wanita dengan tanggungjawab yang berbeda dengan laki-laki juga sesuai dengan fitrahnya.
Namun dalam kehidupan kita saat ini, kelihatan sekali gebrakan atau perjuangan wanita modern  telah menyimpang dari fitrah yang telah ditentukan Allah swt Swt.
Kalangan yang berpandangan barat (western) membangun kerangka pandangan baru, bahwa peran ibu (wanita) dalam keluarga sebagai bentuk perbudakan. Oleh sebab itu begitu banyak wanita zaman sekarang berpandangan bahwa masalah keluarga (serta juga masalah anak-anak)  diserahkan pengasuhannnya kepada baby sitter, pekerjaan rumah tangga diserahkan kepada  pembantu.Lalu mereka pergi ke kantor  dari pagi sampai malam, pulang tatkala anak-anak dan suaminya telah terlelap dalam tidur. Besok pagi , pada saat matahari belum turun sempurna (masih gelap) si ibu telah pergi lagi ke kantor, sementara anak-anaknya terbangun disambut oleh tawa dan senyum baby sitter dan pembantu rumah tangganya. Hal ini memperlihatkan peran wanita Muslim yang sudah mulai meremehkan pentingnya keluarga berada dalam pengasuhan mereka sebagai kaum yang diberi tanggungjawab menjalankan pembinaan keluarga. Bahkan ada kalangan sementara wanita yang anti keluarga, karena jika mereka berkeluarga, mereka akan jatuh dalam perbudakan yang membelenggu dan mencerabut mereka dari dunia karir yang selama ini mereka geluti dengan penuh kesibukan.
Nampaknya,.agama  dan ajaran serta nasehat Rasulullah SAW dalam membangun peran wanita untuk kehidupan umat Islam telah dilupakan oleh umatnya sendiri. Mereka mengikuti pola barat (western) yang memberi kebebasan bagi wanita untuk mengembangkan karir di luar rumah dan seakan melupakan tanggungjawabnya sebagai fitrah yang mereka sandang sebagai wanita. Wanita difitrahkan sebagai pembina (ibu) bagi tunas-tunas muda di dalam keluarga.
Rasulullah Saw begitu besar perhatiannya terhadap keluarga, dimana di dalamnya terdapat anak-anak yang sangat memerlukan semangat kasih sayang, kelembutan jiwa seorang ibu untuk  membesarkan anak-anaknya. Bahkan Rasulullah bersabda:
Hitam putihnya anak, tergantung pendidikan yang diberikan ibu dan bapaknya.
Dalam hadits di atas, disebutkan lebih dahulu peran ibu, baru kemudian peran bapak. Berarti peran ibu lebih besar dan penting dibanding bapak. Jika disodorkan hadits ini kepada wanita zaman sekarang yang sedang sibuk-sibuknya berkarir di luar rumah (di kantor, perusahaan, kesibukan perdagangan dlsb) mereka menjawab dengan enteng:”Memangnya mau merubah zaman?”. Jawaban demikian mengikuti  arus yang deras dari modernisasi, kemajuan yang terus menggedor-gedor (bukan lagi mengetuk pintu rumah setiap Muslim), wanita  dikerahkan  untuk membangun peradaban – sesuai dengan kemampuan masing-masing. Namun pengerahan tenaga wanita  dalam bidang-bidang  pekerjaan di luar rumah itu, ternyata telah melahirkan rumahtangga-rumahtangga yang anak-anaknya banyak yang terjerumus dalam kasus narkoba, kasus tercemarnya moralitas dan kesucian  batin anak-anak di negara-negara berkembang  yang mayoritas  Muslim. Kejadian ini dikarenakan  mentalitas (jiwa mereka)  lemah dan mudah terpengaruh. Anak-anak melihat segala kehidupan  glamor di luar rumah, seperti gamewatch (permainan eletronik) , kehidupan narkoba, pergaulan bebas, sementara yang membimbing  anak-anak tersebut hanyalah pembantu dan baby sitter yang hanya tamat SD atau SMP. Mereka bukanlah pelindung jiwa anak-anak yang sesungguhnya dan penuh naluri keibuan seperti ibu kandung mereka sendiri.

Fitrah Wanita Dan Fitrah Anak-Anak

            Allah swt menjadikan fitrah wanita sebagai pendidik dan pelindung terpercaya anak-anak mereka. Allah Swt juga memberi fitrah kepada anak-anak agar selalu dekat dalam bimbingan  wanita yang lembut dan paling dipercaya  oleh jiwa mereka. Tetapi wanita yang paling mereka percayai ( ibu kandung ) telah menjadi ibu dari karir wanita yang hidup dan menghabiskan waktunya di kantor. Ketika anak-anak istirahat di malam hari, mereka  tak  mendapatkan mimpi-mimpi ketika mereka seharusnya bergaul dan bersentuhan dengan ibu kandung mereka di siang hari.
            Seorang penyair, Hafizh Ibrahim menyatakan dalam syairnya:
            “Ibu adalah suatu sekolah, bila dipersiapkan (memiliki pendidikan yang baik dan memiliki intelektual tinggi) dapat membentuk bangsa yang baik dan kuat.”
            Agama Islam telah menaikkan derajat kaum wanita ke tingkat paling tinggi dan mulia di sisi Allah Swt. Posisi dimana kaum perempuan belum pernah berada  pada tempat yang semulia-mulianya dan tak dapat dipermainkan (menjadi alat permainan laki-laki) sebagaimana telah dan terus terjadi pada masa sebelum Islam.  Allah Swt berfirman dalam surat Ar-Ruum ayat 21:
            “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-istri dari jenismu sendiri, supaya  kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”(QS;30:21).
            Islam mempunyai prinsip-prinsip yang kokoh dan kuat tentang kedudukan wanita  dalam kebudayaannya  yang suci dan agung. Pertama ; Kedudukan laki-laki dan wanita di sisi Allah adalah sama, kecuali takwanya. Kedua;  Agama Islam membebaskan wanita dari kedudukan yang rendah, karena persepsi dan tuduhan bahwa wanita (Siti Hawa) lah yang menyebabkan kejatuhan Adam dari surga ke atas dunia ini. Maksudnya bahwa wanita (Siti Hawa) adalah penyebab utama bencana bagi umat manusia, sebagaimana dikembang oleh agama sebelum Islam. Ketiga; Wanita dalam hal ganjaran pahala, sama kedudukannya dengan laki-laki. Jika wanita berbuat baik, dibalas dengan sepuluh pahala, jika laki-laki berbuat baik dibalas juga dengan sepuluh pahala. Tidak seperti dunia moderen yang jika wanita berbuat baik (bekerja atau berkarir) diberi gaji di bawah laki-laki.
            “Barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan (baik laki-laki atau perempuan) dalam keadaan beriman, maka akan Kami beri pahala yang lebih baik dari apa yang mereka lakukan.” (QS:16:97).
            Keempat; Agama Islam menghapus perasan penyesalan, jika dalam satu keluarga yang lahir anak perempuan. Adanya perasaan terhina (seperti yang terjadi dalam keluarga Arab Jahiliah), dalam agama Islam, perasaan tersebut dihapus oleh ajaran agama Islam yang mulia dan tinggi. Kelima; Agama Islam  melarang keras melakukan penguburan anak perempuan hidup-hidup, sebagaimana juga terjadi dalam masyarakat Arab jahiliyah. Ada dua pandangan dalam memposisikan  wanita dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Satu, mereka yang meninggikan wanita setinggi-tingginya, bahkan dalam kasus ini wanita dijadikan pujaan yang setinggi-tingginya, namun mereka kemudian memperalat wanita untuk tujuan kepuasan nafsu mereka
Wanita-wanita ini ditaroh dalam slot iklan yang merangsang publik untuk menjual produk yang dihasilkan pabrik dan industri. Wanita ini pun merasa ikut menikmati kehidupan yang berlimpah dan memberontak terhadap  ajaran agama Islam yang wajar dan begitu peduli menjaga kesucian dan muru’ah wanita dalam kehidupan mereka di dunia.  Dua, golongan yang memandang kaum wanita  sebagai kaum yang menjaga kehidupan akhiratnya dalam pergaulan mereka di atas dunia ini. Golongan kedua ini, kalaupun mereka berkarir, mereka berkarir di dalam rumah tangga dan mendampingi anak-anaknya. Kalaupun tidak bisa, harus terpaksa di luar rumah – mereka harus bisa membagi waktu dan memberikan peran yang tepat dan cukup untuk karir dan keluarga.
            Mereka mencoba mempertahankan posisi mereka dalam fitrahnya, tidak menyimpang atau menyalahi fitrahnya sebagai pendidik dan pelindung yang paling dapat dipercaya membawa dan membimbing anak dan keturunan mereka agar selamat di dunia dan di akhirat.

Mengacak Keharmonisan Wanita Timur.

Kebebasan  yang dihembuskan para pemikir kaum perempuan di barat ke negeri-negeri timur, sebenarnya bermaksud mengacak-acak keharmonisan dan ketinggian kedudukan wanita dalam agama Islam. Praktek yang telah berlaku berabad-abad dalam keluarga Muslim selama ini sebenarnya telah berjalan baik dan tidak kaku. Kaum perempuan di Timur (apakah Muslim, Kristen, Hindu dlsb) sangat fleksibel dalam menjalankan peran di ryumah tangga dan masyarakatnya.  Kalaupun ada kasus, tentu ada saja kekurangan dalam praktek kehidupan bagaimana memperlakukan wanita dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat terjadi dalam kasus lokal – mengikuti kebiasaan dan adat masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam..  
Sebenarnya yang diperjuangkan oleh gerakan emansipasi wanita adalah kehidupan wanita-wanita di Eropa dan Amerika yang tidak memperoleh tempat yang selayaknya. Namun karena negeri-negeri timur dan di negara-negara Muslim berada dalam kemunduran, maka berkiblatlah umat Islam dan negeri timur kepada negeri-negeri barat yang maju dalam hal ilmu, teknologi. Namun dalam memperlakukan wanita, mereka sesungguhnya berada di bawah kebudayaan negeri-negeri Muslim dan negeri timur. Namun dari tahun ke tahun gerakan emansipasi itu berkembang, kemudian lahir pula kesetaraan jender (kesamaan derajat antara laki-laki dan wanita) umat Islam semakin tak jelas memposisikan diri mereka – karena mereka selalu memandang ke barat sebagai kiblat. Sedang apa yang ada pada diri mereka dipandang sudah ketinggalan dan basi.
Muncullah perjuangan kesetaraan jender yang menginginkan wanita persis seperti laki-laki. Laki-laki pakai celana panjang, maka wanita juga ingin memakai pakaian celana panjang. Laki-laki bekerja di luar rumah, maka wanita juga ingin bekerja di luar rumah. Laki-laki berkarir, mengapa wanita tidak boleh berkarir? Laki-laki bertinju,  wanita juga bertinju. Laki-laki pun menuntut pula agar dirinya dihias, maka laki-laki memakai gelang, memakaii anting di telinganya. Agar lebih adil,  laki-laki juga harus menuntut cuti haid, walau pun tidak pernah haid. Laki-laki harus menuntut cuti hamil walaupun tak pernah hamil. Lha, ini permintaan yang mengada-ada. Namun kenapa ada tuntutan wanita harus persis sama dengan laki-laki dalam segala bidang? Dalam segala hal? Ini juga sama dengan mimpi. Ini hanyalah permainan-permainan akal  pemikir-pemikir kesetaraan jender  dari Eropa dan Amerika sana untuk mengacaukan kehidupan beragama umat Islam dan umat agama lainnya di Timur. Khusus umat Islam yang sudah jelas aturan-aturannya dalam syari’at. Bahwa kehidupan laki-laki dan wanita yang sholeh (suami istri yang sholeh) , jarang sekali  ada kasus pemukulan istri oleh suami atau penganiayaan terhadap anak-anak oleh orangtuanya. Begitu juga kasus istri semena-mena minta cerai dari suami atau lari dari rumah tangganya. Karena dalam rumah tangga yang sholeh rahmat Allah selalu tercurah, dalam keadaan damai, tenang dan tidak cemas dan takut. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Barang siapa yang keluar dari kehinaan maksiat dan menuju kepada kemuliaan taat, niscaya Allah akan memberikan kecukupan padanya walaupun bukan berupa harta (yaitu ketentraman hati) dan Allah akan memberi kekuatan tanpa balatentara, dan Allah Swt akan memuliakannya walau tanpa banyak teman.”

Dra. Julaeha adalah alumnus Fak.Adab. Jurusan
Sejarah UIN SYAHID   Jakarta. Kini berprofesi
Peneliti Pada Pusat Kajian Islam dan Kenegaraan
Universitas Paramadina Jakarta.
tinggal di Ciputat- Tangerang – Banten










Identitas: lahir di Pandeglang, 11 November 1965.
Pendidikan  terakhir: S1- Fakultas Adab (1995)dan Akta IV         Fakultas  Tarbiyah (2003). UIN Sayrif Hidayatullah Jakarta.
Selain peneliti, juga berprofesi sebagai kepala TPA di Ciputat.
Alamat: Jl.Kenikir No 65 , RT 08/09 Kelurahan Rengas
                        Iputat.tangerang.                                             
              









 












PEREMPUAN , IBU BAGI TUNAS MUDA

                         Julaeha Dra. Akta4


                                   
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
Artinya “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujurat ayat 13)

Laki-laki difitrahkan oleh Allah Swt sebagai pemimpin, karena itu tempat mereka dalam kehidupan ini berada setingkat di atas wanita. Allah Swt menciptakan laki-laki dengan tanggungjawab yang lebih besar  dibanding perempuan, juga sesuai dengan fitrahnya.  Demikian pula Allah Swt menciptakan wanita dengan fisik yang lemah, sesuai dengan fitrahnya.  Allah Swt menciptakan  wanita dengan tanggungjawab yang berbeda dengan laki-laki juga sesuai dengan fitrahnya.
Namun dalam kehidupan kita saat ini, kelihatan sekali gebrakan atau perjuangan wanita modern  telah menyimpang dari fitrah yang telah ditentukan Allah swt Swt.
Kalangan yang berpandangan barat (western) membangun kerangka pandangan baru, bahwa peran ibu (wanita) dalam keluarga sebagai bentuk perbudakan. Oleh sebab itu begitu banyak wanita zaman sekarang berpandangan bahwa masalah keluarga (serta juga masalah anak-anak)  diserahkan pengasuhannnya kepada baby sitter, pekerjaan rumah tangga diserahkan kepada  pembantu.Lalu mereka pergi ke kantor  dari pagi sampai malam, pulang tatkala anak-anak dan suaminya telah terlelap dalam tidur. Besok pagi , pada saat matahari belum turun sempurna (masih gelap) si ibu telah pergi lagi ke kantor, sementara anak-anaknya terbangun disambut oleh tawa dan senyum baby sitter dan pembantu rumah tangganya. Hal ini memperlihatkan peran wanita Muslim yang sudah mulai meremehkan pentingnya keluarga berada dalam pengasuhan mereka sebagai kaum yang diberi tanggungjawab menjalankan pembinaan keluarga. Bahkan ada kalangan sementara wanita yang anti keluarga, karena jika mereka berkeluarga, mereka akan jatuh dalam perbudakan yang membelenggu dan mencerabut mereka dari dunia karir yang selama ini mereka geluti dengan penuh kesibukan.
Nampaknya,.agama  dan ajaran serta nasehat Rasulullah SAW dalam membangun peran wanita untuk kehidupan umat Islam telah dilupakan oleh umatnya sendiri. Mereka mengikuti pola barat (western) yang memberi kebebasan bagi wanita untuk mengembangkan karir di luar rumah dan seakan melupakan tanggungjawabnya sebagai fitrah yang mereka sandang sebagai wanita. Wanita difitrahkan sebagai pembina (ibu) bagi tunas-tunas muda di dalam keluarga.
Rasulullah Saw begitu besar perhatiannya terhadap keluarga, dimana di dalamnya terdapat anak-anak yang sangat memerlukan semangat kasih sayang, kelembutan jiwa seorang ibu untuk  membesarkan anak-anaknya. Bahkan Rasulullah bersabda:
Hitam putihnya anak, tergantung pendidikan yang diberikan ibu dan bapaknya.
Dalam hadits di atas, disebutkan lebih dahulu peran ibu, baru kemudian peran bapak. Berarti peran ibu lebih besar dan penting dibanding bapak. Jika disodorkan hadits ini kepada wanita zaman sekarang yang sedang sibuk-sibuknya berkarir di luar rumah (di kantor, perusahaan, kesibukan perdagangan dlsb) mereka menjawab dengan enteng:”Memangnya mau merubah zaman?”. Jawaban demikian mengikuti  arus yang deras dari modernisasi, kemajuan yang terus menggedor-gedor (bukan lagi mengetuk pintu rumah setiap Muslim), wanita  dikerahkan  untuk membangun peradaban – sesuai dengan kemampuan masing-masing. Namun pengerahan tenaga wanita  dalam bidang-bidang  pekerjaan di luar rumah itu, ternyata telah melahirkan rumahtangga-rumahtangga yang anak-anaknya banyak yang terjerumus dalam kasus narkoba, kasus tercemarnya moralitas dan kesucian  batin anak-anak di negara-negara berkembang  yang mayoritas  Muslim. Kejadian ini dikarenakan  mentalitas (jiwa mereka)  lemah dan mudah terpengaruh. Anak-anak melihat segala kehidupan  glamor di luar rumah, seperti gamewatch (permainan eletronik) , kehidupan narkoba, pergaulan bebas, sementara yang membimbing  anak-anak tersebut hanyalah pembantu dan baby sitter yang hanya tamat SD atau SMP. Mereka bukanlah pelindung jiwa anak-anak yang sesungguhnya dan penuh naluri keibuan seperti ibu kandung mereka sendiri.

Fitrah Wanita Dan Fitrah Anak-Anak

            Allah swt menjadikan fitrah wanita sebagai pendidik dan pelindung terpercaya anak-anak mereka. Allah Swt juga memberi fitrah kepada anak-anak agar selalu dekat dalam bimbingan  wanita yang lembut dan paling dipercaya  oleh jiwa mereka. Tetapi wanita yang paling mereka percayai ( ibu kandung ) telah menjadi ibu dari karir wanita yang hidup dan menghabiskan waktunya di kantor. Ketika anak-anak istirahat di malam hari, mereka  tak  mendapatkan mimpi-mimpi ketika mereka seharusnya bergaul dan bersentuhan dengan ibu kandung mereka di siang hari.
            Seorang penyair, Hafizh Ibrahim menyatakan dalam syairnya:
            “Ibu adalah suatu sekolah, bila dipersiapkan (memiliki pendidikan yang baik dan memiliki intelektual tinggi) dapat membentuk bangsa yang baik dan kuat.”
            Agama Islam telah menaikkan derajat kaum wanita ke tingkat paling tinggi dan mulia di sisi Allah Swt. Posisi dimana kaum perempuan belum pernah berada  pada tempat yang semulia-mulianya dan tak dapat dipermainkan (menjadi alat permainan laki-laki) sebagaimana telah dan terus terjadi pada masa sebelum Islam.  Allah Swt berfirman dalam surat Ar-Ruum ayat 21:
            “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-istri dari jenismu sendiri, supaya  kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”(QS;30:21).
            Islam mempunyai prinsip-prinsip yang kokoh dan kuat tentang kedudukan wanita  dalam kebudayaannya  yang suci dan agung. Pertama ; Kedudukan laki-laki dan wanita di sisi Allah adalah sama, kecuali takwanya. Kedua;  Agama Islam membebaskan wanita dari kedudukan yang rendah, karena persepsi dan tuduhan bahwa wanita (Siti Hawa) lah yang menyebabkan kejatuhan Adam dari surga ke atas dunia ini. Maksudnya bahwa wanita (Siti Hawa) adalah penyebab utama bencana bagi umat manusia, sebagaimana dikembang oleh agama sebelum Islam. Ketiga; Wanita dalam hal ganjaran pahala, sama kedudukannya dengan laki-laki. Jika wanita berbuat baik, dibalas dengan sepuluh pahala, jika laki-laki berbuat baik dibalas juga dengan sepuluh pahala. Tidak seperti dunia moderen yang jika wanita berbuat baik (bekerja atau berkarir) diberi gaji di bawah laki-laki.
            “Barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan (baik laki-laki atau perempuan) dalam keadaan beriman, maka akan Kami beri pahala yang lebih baik dari apa yang mereka lakukan.” (QS:16:97).
            Keempat; Agama Islam menghapus perasan penyesalan, jika dalam satu keluarga yang lahir anak perempuan. Adanya perasaan terhina (seperti yang terjadi dalam keluarga Arab Jahiliah), dalam agama Islam, perasaan tersebut dihapus oleh ajaran agama Islam yang mulia dan tinggi. Kelima; Agama Islam  melarang keras melakukan penguburan anak perempuan hidup-hidup, sebagaimana juga terjadi dalam masyarakat Arab jahiliyah. Ada dua pandangan dalam memposisikan  wanita dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Satu, mereka yang meninggikan wanita setinggi-tingginya, bahkan dalam kasus ini wanita dijadikan pujaan yang setinggi-tingginya, namun mereka kemudian memperalat wanita untuk tujuan kepuasan nafsu mereka
Wanita-wanita ini ditaroh dalam slot iklan yang merangsang publik untuk menjual produk yang dihasilkan pabrik dan industri. Wanita ini pun merasa ikut menikmati kehidupan yang berlimpah dan memberontak terhadap  ajaran agama Islam yang wajar dan begitu peduli menjaga kesucian dan muru’ah wanita dalam kehidupan mereka di dunia.  Dua, golongan yang memandang kaum wanita  sebagai kaum yang menjaga kehidupan akhiratnya dalam pergaulan mereka di atas dunia ini. Golongan kedua ini, kalaupun mereka berkarir, mereka berkarir di dalam rumah tangga dan mendampingi anak-anaknya. Kalaupun tidak bisa, harus terpaksa di luar rumah – mereka harus bisa membagi waktu dan memberikan peran yang tepat dan cukup untuk karir dan keluarga.
            Mereka mencoba mempertahankan posisi mereka dalam fitrahnya, tidak menyimpang atau menyalahi fitrahnya sebagai pendidik dan pelindung yang paling dapat dipercaya membawa dan membimbing anak dan keturunan mereka agar selamat di dunia dan di akhirat.

Mengacak Keharmonisan Wanita Timur.

Kebebasan  yang dihembuskan para pemikir kaum perempuan di barat ke negeri-negeri timur, sebenarnya bermaksud mengacak-acak keharmonisan dan ketinggian kedudukan wanita dalam agama Islam. Praktek yang telah berlaku berabad-abad dalam keluarga Muslim selama ini sebenarnya telah berjalan baik dan tidak kaku. Kaum perempuan di Timur (apakah Muslim, Kristen, Hindu dlsb) sangat fleksibel dalam menjalankan peran di ryumah tangga dan masyarakatnya.  Kalaupun ada kasus, tentu ada saja kekurangan dalam praktek kehidupan bagaimana memperlakukan wanita dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat terjadi dalam kasus lokal – mengikuti kebiasaan dan adat masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam..  
Sebenarnya yang diperjuangkan oleh gerakan emansipasi wanita adalah kehidupan wanita-wanita di Eropa dan Amerika yang tidak memperoleh tempat yang selayaknya. Namun karena negeri-negeri timur dan di negara-negara Muslim berada dalam kemunduran, maka berkiblatlah umat Islam dan negeri timur kepada negeri-negeri barat yang maju dalam hal ilmu, teknologi. Namun dalam memperlakukan wanita, mereka sesungguhnya berada di bawah kebudayaan negeri-negeri Muslim dan negeri timur. Namun dari tahun ke tahun gerakan emansipasi itu berkembang, kemudian lahir pula kesetaraan jender (kesamaan derajat antara laki-laki dan wanita) umat Islam semakin tak jelas memposisikan diri mereka – karena mereka selalu memandang ke barat sebagai kiblat. Sedang apa yang ada pada diri mereka dipandang sudah ketinggalan dan basi.
Muncullah perjuangan kesetaraan jender yang menginginkan wanita persis seperti laki-laki. Laki-laki pakai celana panjang, maka wanita juga ingin memakai pakaian celana panjang. Laki-laki bekerja di luar rumah, maka wanita juga ingin bekerja di luar rumah. Laki-laki berkarir, mengapa wanita tidak boleh berkarir? Laki-laki bertinju,  wanita juga bertinju. Laki-laki pun menuntut pula agar dirinya dihias, maka laki-laki memakai gelang, memakaii anting di telinganya. Agar lebih adil,  laki-laki juga harus menuntut cuti haid, walau pun tidak pernah haid. Laki-laki harus menuntut cuti hamil walaupun tak pernah hamil. Lha, ini permintaan yang mengada-ada. Namun kenapa ada tuntutan wanita harus persis sama dengan laki-laki dalam segala bidang? Dalam segala hal? Ini juga sama dengan mimpi. Ini hanyalah permainan-permainan akal  pemikir-pemikir kesetaraan jender  dari Eropa dan Amerika sana untuk mengacaukan kehidupan beragama umat Islam dan umat agama lainnya di Timur. Khusus umat Islam yang sudah jelas aturan-aturannya dalam syari’at. Bahwa kehidupan laki-laki dan wanita yang sholeh (suami istri yang sholeh) , jarang sekali  ada kasus pemukulan istri oleh suami atau penganiayaan terhadap anak-anak oleh orangtuanya. Begitu juga kasus istri semena-mena minta cerai dari suami atau lari dari rumah tangganya. Karena dalam rumah tangga yang sholeh rahmat Allah selalu tercurah, dalam keadaan damai, tenang dan tidak cemas dan takut. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Barang siapa yang keluar dari kehinaan maksiat dan menuju kepada kemuliaan taat, niscaya Allah akan memberikan kecukupan padanya walaupun bukan berupa harta (yaitu ketentraman hati) dan Allah akan memberi kekuatan tanpa balatentara, dan Allah Swt akan memuliakannya walau tanpa banyak teman.”

Dra. Julaeha adalah alumnus Fak.Adab. Jurusan
Sejarah UIN SYAHID   Jakarta. Kini berprofesi
Peneliti Pada Pusat Kajian Islam dan Kenegaraan
Universitas Paramadina Jakarta.
tinggal di Ciputat- Tangerang – Banten










Identitas: lahir di Pandeglang, 11 November 1965.
Pendidikan  terakhir: S1- Fakultas Adab (1995)dan Akta IV         Fakultas  Tarbiyah (2003). UIN Sayrif Hidayatullah Jakarta.
Selain peneliti, juga berprofesi sebagai kepala TPA di Ciputat.
Alamat: Jl.Kenikir No 65 , RT 08/09 Kelurahan Rengas
                        Iputat.tangerang.                                             
              









 




































Tidak ada komentar: