BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kemajuan
yang di capai dunia dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari peran penting
pendidikan. Dimana pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga,
masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan,
yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah. Hal ini tidak lain untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.
Kebutuhan
akan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri, bahkan semua itu
merupakan hak semua warga Negara. Berkenaan dengan ini, di dalam UUD’45 Pasal
31 ayat (1) secara tegas disebutkan bahwa; ”Tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran”. Tujuan pendidikan nasional dinyatakan dalam UU RI No. 20
Tahun 2003 Pasal 3 yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Istilah
pendididikan mengandung pengertian sebagai bimbingan atau pertolongan yang
diberikan secara sangaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar anak didik
menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang
dijalankan oleh seorang atau kelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau
sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan
penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Dengan demikian pendidikan
berarti, segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk
membimbing perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.
Untuk
menuju perkembangan kedewasaan tersebut, orang tua kesulitan untuk menangani
semua tugas pendidikan pada berbagai macam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
orang tua mengirim anak-anaknya ke sekolah untuk belajar berbagai ilmu
pengetahuan. Allah memberikan amanah pada guru dan orang tua untuk membimbing
dan mendidik anaknya sehingga menjadi manusia yang berguna bagi agama, nusa dan
bangsa Dalam al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya
: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
balk” (QS. An-Nahl : 125).
كُلُّ مَوْلُوْدٍ
يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya
: “Setiap orang dilahirkan membawa
fltrah, maka kedua orang tuanyalah yang mendidiknya menjadi Yahudi, Nasrani dan
Majusi” (Hadist Riwayat Bukhori).
Hadist
dan ayat Al-Qur’an diatas terlihat jelas bahwa orang tua dan guru mempunyai
beban yang tidak ringan, artinya orang tua mempunyai tanggung jawab untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi anak dalam meningkatkan akhlak mulia
dalam menjalani kehidupan di dunia menuju kehidupan di akhirat kelak.
Dalam
hal ini dapat kiranya di fahami betapa pentingnya proses mendidik anak dalam
lingkungan yang kondusif. Sekolah menjadi tempat yang dianggap kondusif untuk
proses perkembangan anak ke arah kedewasaan. Terdapat faktor dominan dalam
perkembangan anak yang tidak bisa di pisahkan dalam prosesnya, yaitu agama.
Agama
merupakan dasar pijakan manusia yang memiliki peranan penting dalam proses
kehidupan manusia. Agama sebagai pijakan memiliki berbagai aturan yang menuntun
manusia dan membimbing kehidupannya untuk menjadi lebih baik. Karenanya agama
selalu mengajarkan yang terbaik bagi penganutnya. Secara tidak langsung
pendidikan agama sebenarnya telah menjadi benteng bagi proses perkembangan
anak. Menanamkan pendidikan agama pada anak akan memberikan nilai positif bagi
perkembangan anak, pola perilaku anak akan terkontrol oleh aturan-aturan yang
telah ditetapkan oleh agama dan dapat menyelamatkan anak agar tidak terjerumus
dalam jurang kenistaan dan pergaulan bebas yang pada akhirnya akan merusak masa
depan anak.
Seperti
yang telah disebutkan diatas. Maka pendidikan agama, dalam hal ini penanaman
akhlak al-karimah menjadi sangat
penting dan mutlak harus ada dalam sebuah institusi pendidikan. Kedudukan
akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sebagai individu,
masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung pada
akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, tapi
apabila akhlaknya rusak maka rusaklah lahir dan batinnya. Sering terdengar
ungkapan dalam dunia pendidikan sebagaimana berikut:
إِنَّمَا
اْلأُمَمُ اْلأَخْلاَقُ مَا بَقِيَتْ إِنْ ذَهَبَتْ أَخْلاَقُهُمْ ذَهَبُوْا
Artinya:
Keberadaan sebuah bangsa di sebabkan karena akhlak warga negaranya, bila
akhlak warganya hilang, maka eksistensi negara juga akan hilang.
Akhlak
menjadi masalah fundamental dalam Islam, dimana tegaknya aktifitas keIslaman
dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menggambarkan bahwa orang
itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan menghasilkan
kebiasaan hidup dengan baik, yakni perbuatan itu selalu diulang-ulang dengan
kecenderungan hati (sadar). Akhlak merupakan cerminan tingkah laku yang timbul
dari hasil perpaduan hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang
menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang
terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang tidak, mana yang bermanfaat dan mana
yang tidak berguna, mana yang baik dan mana yang buruk.
Di
dalam the Encyclopedia of Islam yang di kutip oleh Asmaran dirumuskan: it
is the sciense of virtues and the way how to acquire then, of vices and the way
how to guard against them, bahwa akhlak adalah pengetahuan tentang
kebaikan dan jalan untuk mencapai kebajikan, menghindari kejahatan dan
bagaimana cara untuk menjaganya. Dengan demikian hendaknya di sekolah sebagai
guru mampu mengantarkan anak untuk memahami ilmu akhlak dengan harapan agar
anak mampu mamahami dan mengaplikasikan akhlak dengan sebenarnya. Menurut Islam
pendidikan akhlak adalah faktor penting dalam pembinaan umat untuk membangun
bangsa.
Kiranya
dapat dilihat bahwa bangsa Indonesia yang mengalami multi krisis di sebabkan
karena kurangnya pemahaman terhadap akhlak. Secara umum prilaku para remaja
dewasa ini sangat memprihatinkan. Oleh karena itu program utama dan perjuangan
pokok dari segala usaha dalam pembinaan pemahaman pendidikan akhlak menjadi
program sangat penting khususnya di SDN Binong 5 Curug Tangerang. Dari
kepentingan yang mendesak seperti telah di gambarkan di atas yang kemudian akan
dijadikan sebagai tempat penelitian oleh penulis.
Kejayaan
seseorang itu terletak pada akhlak yang baik. Di mana akhlak yang baik selalu
membuat seseorang menjadi aman, tenang dan tidak adanya perbuatan yang tercela.
Pada dasarnya, kehidupan manusia itu selalu ingin mencari kebahagiaan yang
tertinggi. Karena tujuan dasar setiap manusia itu adalah mencapai kebahagiaan
yang tertinggi, maka itu Allah memerintahkan untuk berlomba-lomba didalam
mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dari pernyataan di atas, dapat
diambil kesimpulan, bahwa peranan Akhlak itu sangat penting bagi manusia,
apalagi bagi anak-anak. Oleh karena itu di dalam suatu lembaga pendidikan,
pendidikan agama sangat berpengaruh besar pada pembetukan karakter seorang
anak. Dengan demikian penulis merasa tertarik untuk membahas lebih dalam dengan
mengadakan penelitian dan mengkaji terhadap tema tersebut yang dituangkan dalam
sebuah ajuan proposal skripsi: ”UPAYA GURU AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK PESERTA
DIDIK SDN BINONG 5 CURUG TANGERANG”.
B.
Idetifikasi Masalah
Berdasarakan
latar belakang yang telah digambarkan penulis diatas, kiranya dapat
diidentifikasi permasalahan-permasalah yang melingkupinya sebagaimana berikut
ini:
1. Kemajuan
yang di capai dunia dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari peran penting
pendidikan.
2. Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang
tidak bisa dipungkiri,
3. Orang
tua merasa kesulitan untuk menangani semua pendidikan dalam ilmu pengetahuan.
4. Secara
umum prilaku remaja saat ini sangat memprihatinkan
5. pembinaan
pemahaman pendidikan akhlak menjadi program sangat penting khususnya di SDN
Binong 5 Curug Tangerang
C.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah ialah pertanyaan yang dicarikan jawabannya melalui penelitian,yang
dirumuskan dalam suatu kalimat pertanyaan yang merupakan hal yang dipertanyakan
(Arikunto,2006:61 )
Berdasarkan rumusan masalah tersebut ,Sehingga munculah
pertanyaan penelitian sebagai berikut;
D. Pertanyaan penelitian
- Bagaiaman
upaya guru agama Islam SDN Binong 5 Curug Tangerang?
- Bagaimana
pembinaan Akhlak peserta didik SDN Binong 5 Curug Tangerang?
- Bagaimana
upaya guru agama islam terhadap pembinaan akhlak Peserta didik SDN Binong
5 Curug Tangerang?
E.
Manfaat Penelitian
Sesuai
dengan pertanyaan penelitian yang diajukan, maka penelitian ini mengambil manfaat dengan tujuan:
- Untuk mengetahui upaya guru agama
Isalam SDN Binong 5 Curug Tangerang.
- Untuk mengetahui pembinaan akhlak peserta
didik SDN Binong 5 Curug Tangerang.
- Untuk mengetahui upaya guru agama
Islam dalam pembinaan akhlak peserta didik SDN Binong 5 Curug Tangerang
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A.
Guru Pendidikan Agama Islam
1.
Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam
Menurut bahasa, guru diambil dari bahasa Arab yaitu
‘alima, ya’lamu, yang artinya mengetahui. (Muhammad Yunus 1984: 747) Dengan
arti tersebut, maka guru dapat diartikan “orang yang mengetahui atau
berpengetahuan”. Sebagaimana firman Allah SWT.
… ö@è%
ö@yd
ÈqtGó¡o
tûïÏ%©!$#
tbqçHs>ôèt
bqßJn=ôèt w tûïÏ%©!$#ur
ÇÒÈ
Artinya : Katakanlah Adakah sama
orang orang yang mengetahui dengan orang – orang yang tidak mengetahui
(Qs.Azumar: 9 )
Guru bukan hanya orang yang memiliki
ilmu pengetahuan saja, akan tetapi dia harus mengajarkannya kepada orang lain.
Sejalan dengan yang dikatakan oleh al-Ghazali: “Barangsiapa yang berilmu,
beramal dan mengerjakan, berarti ia merupakan orang yang disebut sebagai hamba
mulia di kerajaan langit. Ia bagaikan matahari yang menerangi orang lain dan
menerangi diri sendiri. Ia seperti minyak wangi yang membuat orang lain ikut
harum dan mengharumkan dirinya sendiri. Sebaliknya orang yang berilmu namun
enggan mengamalkannya, bagaikan buku yang memberi manfaat, sedangkan ia sendiri
sepi dari ilmu. Bagaikan batu asahan yang menajamkan tetapi ia sendiri tidak
mampu memotong.” (Imam Al-Ghazali: 2003: 28).
Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, guru ialah orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya; profesinya) mengajar. (Dep. Pendidikan dan
Kebudayaan: 1990: 288) Hamzah B. Uno, menegaskan bahwa guru merupakan orang
yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki kharisma atau
wibawa yang perlu ditiru dan diteladani. (2008: 15) Menurut al-Ghazali,
seseorang dinamai guru apabila memberitahukan sesuatu kepada siapa pun. Memang,
seorang guru adalah orang yang ditugaskan di suatu lembaga untuk memberikan
ilmu pengetahuan kepada pelajar dan pada gilirannya dia memperoleh upah atau
honorarium. Akan tetapi, di dalam beberapa risalah filsafat al-Ghazali,
seseorang yang memberikan hal apa pun yang bagus, positif, kreatif, atau
bersifat membangun kepada manusia yang sangat menginginkan, di dalam tingkat
kehidupannya yang mana pun, dengan jalan apa pun, dengan cara apa pun, tanpa
mengharapkan balasan uang kontan setimpal apa pun dinamakan sebagai guru atau
ulama. (Shafiq Ali Khan: 2005: 62)
Lain dari itu menurut Sardiman A. M.
guru adalah salah satu kompnen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang
ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di
bidang pembangunan. (Sardiman A. M.: 2005; 125)
Bila dilihat dari sisi etimologi,
pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini memberi kesan
bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam wilayah institusi
pendidikan. (Ramayulis: 2005: 49)
Di dalam literatur kependidikan
Islam, terdapat sekian banyak sebutan bagi seorang pendidik, diantaranya
sebagaimana berikut:
1.
Ustâdz,
yaitu seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesinya, ia selalu
berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai
dengan tuntutan zaman.
2.
Mu’allim,
berasal dari kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu. Ini
mengandung makna bahwa guru adalah orang yang dituntut untuk mampu menjelaskan
hakikat dalam pengetahuan yang diajarkannya.
3.
Murabbi,
berasal dari kata dasar Rabb. Tuhan sebagai Rabb al-‘Âlamin dan Rabb
al-Nâs yakni yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya
termasuk manusia. Dilihat dari pengertian ini maka guru adalah orang yang
mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur
dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya,
masyarakat dan alam sekitarnya.
4.
Mursyid,
yaitu seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan (transinternalisasi)
akhlak dan atau kepribadian kepada peserta didiknya.
5.
Mudarris,
berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan wa durûsan wa dirâsatan yang
berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih,
mempelajari. Artinya guru adalah orang yang berusaha mencerdasakan peserta
didik, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta
melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
(Muhaimin 2006: 13)
6.
Muaddib,
berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab atau kemajuan (kecerdasan,
kebudayaan) lahir dan batin. Artinya guru adalah orang yang beradab
sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization)
yang berkualitas di masa depan. (Ramayulis: 2005: 50)
Munculnya kata guru atau pendidik
tidak terlepas dari kata “pendidikan”. Umumnya, kata pendidikan dibedakan dari
kata pengajaran, sehingga muncul kata “pendidik” dan “pengajar”. Menurut Prof.
Dr. Muh. Said yang dikutip oleh Drs. Abidin Ibnu Rusd di dalam bukunya Pemikiran
Al-Ghazali tentang pendidikan, pandangan semacam itu dipengaruhi oleh kebiasaan
berpikir orang Barat, khususnya orang Belanda, yang membedakan kata onderwijs (pengajaran)
dengan kata opveoding (pendidikan). (Abidin Ibnu Rusd: 1998: 62)
Pola pikir semacam itu diikuti oleh
tokoh-tokoh pendidikan di dunia Timur, termasuk guru-guru muslim seperti
Muhammad Naqib al-Atas. Dalam bukunya The Concept of Education in Islam, beliau
membedakan secara tajam antara kata “tarbiyah” atau “ta’dîb”
(pendidikan) dan “ta’lîm” (pengajaran). Bahkan dia tidak setuju
bila kedua istilah itu digunakan dalam konsep pendidikan Islam. (Abidin Ibnu
Rusd: 1998: 63) Jadi, pada dasarnya, pendidikan dan pengajaran atau ta’dib dan
ta’lim, mengajar dan mendidik, pengajar dan pendidik adalah sama. Keduanya
tidak dapat dibedakan. Oleh karena itu, walau al-Ghazali dalam konsep
pendidikannya mengarah kepada pembentukan akhlak, ia tidak menggunakan kata ta’dîb
tetapi hanya menggunakan kata ta’lîm, beliau tidak membedakan kedua kata
tersebut.
Perbedaan kata di atas biasanya
didasarkan pada adanya penekanan makna masing-masing. Pendidikan lebih
ditekankan kepada aspek nilai, sedangkan pengajaran pada aspek intelek. Tetapi
apabila kita merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasul, keduanya tidak dibedakan.
Al-Qur’an dan Sunnah tidak hanya menekankan teori dan mengesampingkan praktik,
atau sebaliknya, menekankan praktik dan mengabaikan teori.
Dalam keseluruhan proses pendidikan,
khususnya proses pembelajaran di sekolah dan madrasah, guru memegang peran
utama dan amat penting. Perilaku guru dalam proses pendidikan dan belajar akan
memberikan pengaruh dan corak yang kuat bagi pembinaan perilaku dan kepribadian
anak didiknya. Oleh karena itu, perilaku guru hendaknya dapat dikembangkan
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengaruh baik kepada para anak
didiknya. Karenanya, ada beberapa aspek perilaku guru yang harus dipahami
antara lain berkenaan dengan peranan, syarat-syarat serta tugas dan tanggung
jawab seorang guru.
Pendidikan
merupakan sarana yang efektif dan efesien dalam upaya mencapai tujuan yang
diinginkan. Pendidikan juga merupakan lembaga kemanusiaan yang tinggi, tanpa
pendidikan manusia akan setingkat bahkan lebih rendah dari binatang, serta
pendidikan merupakan kegiatan yang selalu mengiringi hidup manusia dan
senantiasa dibutuhkan manusia yang dewasa baik rohani maupun jasmani.
Pendidikan
secara bahasa berasal dari kata “didik“ yang berarti memelihara, memberi
latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) terhadap akhlak dan kecerdasan pikiran.
(Depdikbud, 1994: 232)
Dari
pengertian diatas tampak bahwa seluruh kegiatan yang ditunjukan untuk membentuk
akhlak, budi pekerti dan mengasah keterampilan berfikir adalah kegiatan
pendidikan. Secara istilah pendidikan dalam arti yang luas adalah “Semua perbuatan
dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman,
kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha untuk
menyiapkan generasi muda yang dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani
maupun rohani. (Soeganda Poerkawatja dan H. A. H. Harahap, 1981: 257) Untuk
melengkapi bahasan ini, maka akan dikemukakan beberapa pandangan pengertian
pendidikan Islam:
- Menurut Prof. HM. Arifin M. Ed.
Pendidikan Islam adalah proses membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai dengan tujuan
pendidikan Islam. (1996: 23)
- Menurut A. D. Marimba pendidikan
Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hokum hokum agama
Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran ukuran
Islam (1989: 23)
- Menurut Zuhaerini dkk bahwa
“Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan
kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan
ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai
Islam “ (1995: 152)
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam itu lebih banyak
ditujukan pada perbaikan sikap (prilaku) dan mental yang akan terwujud dalam
amal perbuatan, baik bagi dirinya maupu bagi orang lain dan juga pendidikan
Islam tidak hanya bersifat teoritis saja akan tetapi bersifat praktis. Maka
dari itu pendidikan Islam merupakan pendidikan kepribadian, iman dan amal
bahkan pendidkan Islam merupakan pendidikan individu dan pendidikan masyarakat,
karena ajaran Islam berisikan sikap dan tingkah laku pribadi dan masyarakat.
2. Peran dan Tugas Guru Pendidikan
Agama Islam
Konsep
pendidikan dalam Islam tidak hanya bersipat kognitif (kecerdasan) anak didik
dengan menekankan kepada penguasaan materi belaka, tetapi lebih dari itu
bagaimana memberikan penekanan pada afektif (sikap) dan psikomotorik
(ketrampilan) anak didik, sehingga terjelma pada sebuah kepribadian yang utuh
sesuai dengan ajaran Islam dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
allah.
Dalam menjalankan peran sebagai guru
yang mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya,
hendaknya dapat memenuhi criteria sebagai berikut:
- Guru Sebagai Korektor, guru harus dapat membedakan
nilai yang baik dan man nilai yang buruk. Semua nilai yang baik harus guru
pertahankan dan nilai yang buruk harus disingkirkan dari watak dan jiwa
anak didik.
- Guru Sebagai Inspirator, guru harus dapat memberikan
gagasan yang baik bagi kemajuan anak didik. Guru harus dapat memberi
petunjuk (inspirasi) bagaimana cara belajar yang baik.
- Guru Sebagai Informator, guru harus dapat memberikan
informasi perkembangan ilmu penetahuan dan teknologi, selain bahan
pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam
kurikulum.
- Guru Sebagai Organisator, guru memiliki kegiatan
pengelolaan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender
akademik, dan sebagainya.
- Guru Sebagai Motivator, guru hendaknya dapat mendorong
anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Peran ini sangat penting
dalam interaksi edukatif.
- Guru Sebagai Inisiator, guru harus dapat menjadi
pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Bukan hanya
sebagai pengikut terus menerus tanpa mencetuskan ide-ide inovasi.
- Guru Sebagai Fasilitator, guru hendaknya dapat
menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegitan belajar anak
didik, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
- Guru Sebagai Pembimbing, guru membimbing anak menjadi
manusia dewasa susila yang cakap dan mandiri.
- Guru Sebagai Demonstrator, memperagakan apa yang
diajarkan secara diktatis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan
pemahaman anak didik, tujuan pengajaran tercapai dengan efektif dan
efisien.
- Guru Sebagai Pengelola Kelas, agar anak didik betah tinggal
di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya.
- Guru Sebagai Mediator, guru hendaknya memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang media pendidikan baik jenis dan
bentuknya, baik media material maupun nonmaterial.
- Guru Sebagai Supervisor, guru dapat membantu,
memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.
- Guru Sebagai Evaluator, guru dituntut untuk menjadi
seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang
menyngkut intrinsik maupun ekstrinsik. Guru tidak hanya menilai produk,
tetapi juga menilai proses. (http///blogspot.29/3/peranguru.com )
Selain
peran guru yang telah di sebutkan di atas, terdapat beberapa fungsi guru
sebagai fasilitator, antara lain sebagai berikut:
1.
Merancang tujuan pembelajaran
- Mengorganisasi beberapa sumber
pembelajaran
- Memotivasi, mendorong, dan
menstimulasi Peserta didik. Ada 2 macam dalam memotivasi belajar bisa
dilakukan dengan hukuman atau dengan reaward
- Mengawasi segala sesuatu apakah
berjalan dengan lancar atau belum berjalan dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran
Guru sebagai demonstrator, fungsi
menjadi sosok yang ideal bagi Peserta didiknya. Hal ini dibuktikan pada banyak
kejadian nyata bila ada orang tua yang memberikan argumen yang berbeda dengan
gurunya maka Peserta didik tersebut akan menyalahkan argumen si orangtua dan
membenarkan argumen gurunya. Guru adalah acuan bagi peserta didiknya, oleh
karena itu segala tingkah laku yang dilakukannya sebagian besar akan ditiru
oleh Peserta didiknya. Guru sebagai demonstrator dapat diasumsikan guru sebagai
suri tauladan bagi Peserta didiknya dan contoh bagi peserta didik.
Guru sebagai evaluator, evaluator
atau menilai berperan penting dalam rangkaian pembelajaran. Karena setiap
pembelajaran yang diselenggarakan pada akhirnya adalah nilai yang dilihat baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Rangkaian evaluasi meliputi persiapan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Tingkat pemikiran ada beberapa
tingkatan antara lain:
- Mengetahui
- Mengerti
- Mengaplikasikan
- Analisis
- Sintesis (analisis dalam
berbagai sudut)
- Evaluasi
Manfaat evaluasi bisa digunakan
sebagai umpan balik untuk Peserta didik sehingga hasil nilai yang dicapai bukan
hanya sekedar point saja, melainkan menjadi tolak ukur untuk mencari kelemahan
pada pembelajaran yang sudah diajarkan. Beberapa hal yang paling penting dalam
melaksanakan evaluasi, adalah:
- Harus dilakukan oleh semua
aspek baik efektif, koqnitif dan psikomotorik
- Evaluasi harus dilakukan secara
terus menerus dengan pola evaluasi hasil dan evaluasi proses
- Evalusi dilakukan dengan
berbagai proses instrumen
4. Harus terbuka (http:
//www.sekolah-dasar.blogspot.com/2008/11/13-peranan-guru)
3.
Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam
Kompetensi berasal dari bahasa
Inggris “competence” yang berarti kecakapan dan kemampuan. Menurut Kamus besar
bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan
(memutuskan) sesuatu. (Djamarah 1994: 33) Kompetensi berarti kemampuan atau
kecakapan, maka hal ini erat kaitannya dengan pemilikan pengetahuan, kecakapan
atau keterampilan guru pendidikan agama Islam.
1. Makna Kompetensi Menurut Para
Ahli
- Broke dan Stone (Discrivtive
of qualitative natur or teacher behavior apperears to be entirely meaning
full), kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari prilaku
guru yang tampak sangat berarti.
- Charles Ejonson (Competency
as the rational reinformance wich satisfaktory meets objective for a
disired condition) Kompetensi adalah prilaku yang rasional untuk
mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan.
2. Gagasan Norman Dodl Taxono (my
for Teacher Competencies)
Kompetensi guru untuk “sesing and
evaluating student behavior” mengenal jiwa anak didik merupakan syarat
mutlak dalam proses penentukan kepribadian individu. Kelainan atau
kesulitan-kesulitan dalam kepribadian anak didik itu pada umumnya dapat kita
kelahui melalui tingkah laku. Beberapa Aspek atau, Ranah yang Terkandung dalam
Konsep Kompetensi yaitu: Pengetahuan (knowledge), Pemahaman (understanding),
Kemampuan (skill), Nilai (value), Sikap (attitude),
dan Minat (interest).
Jadi
kompetensi Guru pendidikan agama Islam, merupakan
kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara
bertanggung jawab dan layak. Kompetensi yang dimilki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud
dalam penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya
sebagai guru. Artinya guru bukan saja harus pintar, tetapi juga harus pandai
mentransfer ilmunya kepada peserta didik (Fathurrahman dan Sutikno, 2007: 44). Guru
dituntut untuk memiliki kompetensi pedagogis, personal, profesional, dan
sosial. Menurut Muhammad Surya yang dikutip Ramayulis (2005: 60) kompetensi
guru agama sekurang-kurangnya ada empat, yaitu:
- Menguasai substansi materi
pelajaran
- Menguasai metodologi mengajar
- Menguasai teknik evaluasi
dengan baik
4. Memahamai, menghayati, dan
mengamalkan nilai-nilai moral dan kode etik profesi
Pemerintah dalam kebijakan
pendidikan nasional telah merumuskan kompetensi guru pada 4 (empat) hal, hal
tersebut tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial. (Presiden Republik Indonesia, 2005)
Kompetensi
Pedagogik. Istilah pedagogik diterjemahkan dengan kata ilmu mendidik, dan yang
dibahas adalah kemampuan dalam mengasuh dan membesarkan seorang anak. (Nata:
142) Kompetensi
pedagogik digunakan untuk merujuk
pada keseluruhan konteks pembelajaran, belajar, dan berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan hal tersebut. (Wikipedia: 2011) Kompetensi pedagogik
bertumpu pada kemungkinan pengembangan potensi dasar yang ada dalam tiap diri
manusia sebagai makhluk individual, sosial dan moral. (Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka, 1998/1999: 15)
Secara lebih sederhana terkait
dengan guru, kompetensi pedagogik berarti kemampuan guru dalam mengelola kelas
sedemikian rupa agar tujuan pendidikan dapat tercapai, yang didalamnya terdapat
banyak cakupan. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008
dijelaskan tentang kompetensi pedagogik, meliputi:
1. Menguasai ilmu pendidikan dan
landasan keilmuannya
2. Mengimplementasikan prinsip-prinsip
pendidikan dan proses pembelajaran
3.
Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan (Kementerian
Pendidikan Nasional, 2011)
Kompetensi
Kepribadian (Personal). Dalam lingkungan sekolah, khususnya ketika guru berada
di kelas untuk melaksanakan proses pembelajaran, karakteristik kepribadian akan
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan peserta didik. Kepribadian guru yang
baik akan menjadi teladan bagi anak didiknya, sehingga menjadi sosok yang
memang sudah selayaknya menjadi contoh dan patut ditiru. Dengan kepribadian
yang baik guru mempunyai wibawa untuk selalu dihormati dan dipatuhi oleh Peserta
didik. Penghormatan dan kepatuhan Peserta didik tumbuh dari kewibawaan guru
karena bisa mengayomi, melindungi, mengarahkan dan menjadi teladan bagi Peserta
didik. Tanpa harus melalui cara-cara yang bersifat menakutkan.
Menurut Sukmadinata (2000: 192-193),
kompetensi personal mencakup:
- Penampilan sikap yang positif
terhadap tugas-tugas sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi
pendidikan.
- Pemahaman, penghayatan, dan
penampilan nilai-nilai yang semestinya dimiliki oleh guru.
3. Penampilan upaya untuk menjadikan
dirinya sebagai suri teladan bagi para Peserta didiknya.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 27 Tahun 2008, yang masuk kedalam kompetensi personal ini yaitu:
- Beriman dan bertakwa.
- Konsisten dalam menjalankan
kehidupan beragama dan toleran.
- Berakhlak mulia dan berbudi
pekerti luhur.
- Menghargai dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusian, individualitas dan kebebasan memilih.
- Menunjukkan integritas dan
stabilitas kepribadian yang kuat.
6. Menampilkan kinerja berkualitas
tinggi.
Guru dalam kesehariannya, terutama
dalam proses pembelajaran harus sesuai perkataaan dengan perbuatan, bersikap
merendahkan diri, dan tidak merasa malu dengan ucapan “tidak tahu”. (Fahmi,
1979: 169) Konsistensi dalam berperilaku baik setiap hari merupakan bentuk pengejawentahan
untuk menjadi sosok yang patut menjadi teladan Peserta didik-Peserta didiknya.
Tidak merasa malu dengan ucapan “tidak tahu” ketika anak lebih tahu dulu
ketimbang gurunya. Hal ini karena pada era globalisasi arus informasi bergerak
dengan cepat, sehingga seringkali guru terlambat mendapatkan informasi yang
baru dalam hal-hal tertentu dibandingkan Peserta didiknya. Kompetensi personal
atau kepribadian ini merupakan kemampuan guru menampilkan tentang pengetahuan
agama, sosial, budaya dan estetika yang berbasis kinerja.
Kompetensi
Profesional. Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut
melaksanakan tugasnya secara profesional, akan tetapi juga harus memiliki
pengetahuan dan kemampuan profesional (Sukmadinata: 191). Guru profesional adalah
guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi (profisiensi)
sebagai sumber kehidupan. (Syah: 230) Dalam kaitannya profesionalisme guru,
Nata (2003: 142-143) menyebutkan ada tiga ciri, yaitu:
- Guru yang profesional harus
menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkan dengan baik,
benar-benar seorang ahli di bidangnya. Guru selalu meningkatkan dan
mengembangkan keilmuannya sesuai dengan perkembangan zaman.
- Guru yang profesional harus
memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya
kepada Peserta didik secara efektif dan efisien, dengan memiliki ilmu
kependidikan.
- Guru yang profesional harus
berpegang teguh kepada kode etik profesional sebagaimana disebutkan di
atas. Kode etik di sini lebih menekankan pada perlunya memiliki akhlak
mulia.
Kompetensi profesional merupakan
kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Mengerti tujuan proses pembelajaran terhadap materi yang diajarkan dan hasil
yang akan dicapai. Guru mengampu mata pelajaran yang sesuai dengan kompetensi
yang dimilikinya, atau dengan kata lain bekerja secara proporsional.
Kompetensi
Sosial. Kompetensi sosial yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan
kerja dan lingkungan kerja. (Sukmadinata: 192) Memahami dasar, tujuan,
organisasi, dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, kepala sekolah,
komite sekolah) di lingkungan sekolah. (Kementerian Pendidikan Nasional: 2008)
Menurut Goleman (2007: 114), kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan
terbentuk karena adanya kesadaran sosial yang bisa merasakan keadaan bathiniah
orang lain sampai memahami perasaan dan pikirannya. Hal tersebut meliputi:
- Empati dasar. Perasaan dengan
orang lain; merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal.
- Penyelarasan. Mendengarkan
dengan penuh reseptivitas; menyelaraskan diri pada seseorang.
- Ketepatan empatik. Memahami
pikiran, perasaan dan maksud orang lain.
- Pengertian sosial. Mengetahui
bagaimana dunia sosial bekerja
B.
Pembinaan Akhlak Peserta didik
1.
Pengertian Akhlak
Dilihat dari sudut etimologi perkataan “akhlak“ (أَخْلاَقٌ)
berasal dari bahasa Arab dengan bentuk kata jama’ dari “khuluqun“ (خُلُقٌ)
yang menurut bahasa diartikan adat kebiasaan (al-‘âdah), perangai,
tabi’at (al-sajiyyah), watak (al-thab), adab/sopan santun (al-murû’ah),
dan agama (al-dîn). Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian
dengan perkataan “khalqun“ (خَلْقٌ) yang berarti kejadian, serta erat
hubungannya dengan “ khâliq“ (خاَلِقٌ) yang berarti pencipta dan “makhlûq“
(مَخْلُوْقٌ)
yang berarti yang diciptakan dan dari sinilah asal mula perumusan ilmu akhlak
yang merupakan koleksi yang memungkinkan timbulnya hubungan yang baik antara
makhluk dengan khâliq dan antara makhluk dengan makhluk. Bahkan dalam kitab ”al-Mursyid
al-Amîn Ilâ Mau’idzah al-Mu’min” telah dijelaskan perbedaan antara kata ”al-khalqu”
(الْـخَلْقُ)
dengan kata ”al-khuluqu” (الْـخُلُقُ) sebagai berikut:
يُقَالُ:
فُلاَنَ حَسَنِ الْخَلْقِ وَالْخُلُقِ: أَي حَسَنُ الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ،
فَحُسْنُ الظَّاهِرِ هُوَ الْجَمَالُ كَمَا عَرَفْتُ, وَ حَسَنُ الْبَاطِنِ هُوَ
غَلَبَةُ الصِّفَاتِ الْـحَمِيْدَةِ عَلَى الْمَذْمُوْمَةِ
Artinya:
“Dikatakan: Fulan itu baik kejadiannya dan baik budi pekertinya”, maksudnya
baik lahir dan batinnya. Yang dimaksud ”baik lahir” yaitu baik rupa atau
rupawan, sedang yang dimaksud ”baik batin” yaitu sifat-sifat kebaikan (terpuji)
yang menghalalkan atas sifat-sifat tercela.
Jadi jelas bahwa kata ”al-khalqu” (الْـخَلْقُ) itu
mengandung arti kejadian yang bersifat lahiriah seperti wajah seseorang yang
bagus atau yang jelek. Sedangkan kata ”al-khuluqu” (الْـخُلُقُ) atau jamak
dari “akhlak“ (أَخْلاَقٌ) itu mengandung arti budi pekerti atau pribadi yang bersifat
rohaniah seperi sifat-sifat terpuji atau sifat-sifat tercela. Bahkan Ibnu Athir
dalam kitabnya “Al-Nihâyah“ telah menerangkan bahwa: “Hakikat makna khuluqun
(خُلُقٌ)
itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu; jiwa dan sifat-sifatnya),
sedang makna khalqun (خَلْقٌ) merupakan gambaran bentuk luarnya (raut
muka, warna kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan sebagainya).
Dalam bahasa Yunani pengertian “khuluqun“ (خُلُقٌ) ini
dipakai kata ethicos atau ethos, artinya adat kebiasaan, perasaan
batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan, kemudian kata ethicos ini
berubah menjadi ethika (memakai “h”) atau ”etika” (tanpa h) dalam istilah
Indonesia. Sedangkan dalam pengertian sehari-hari “khuluqun“ (خُلُقٌ)
umumnya disamakan artinya dengan arti kata “budi pekerti“ atau “kesusilaan“
atau “sopan santun“. Angkatan kata “ budi pekerti “, dalam bahasa Indonesia,
merupakan kata majemuk dari kata “budi“ dan “pekerti“. Perkataan “budi“ berasal
dari bahasa Sansekerta, bentuk ism fâ’il atau alat, yang berarti “yang
sadar“ atau “yang menyadarkan“ atau “alat kesadaran“. Bentuk mashdar-nya
(momenverbal) budh yang berarti “kesadaran“. Sedang bentuk maf’ul-nya
(obyek) adalah budha, artinya “yang disadarkan“. Pekerti, berasal dari
bahasa Indonesia sendiri, yang berarti “kelakuan“. Kata “budi“ juga dapat
diartikan sebagai “akal“, yaitu alat batin untuk menimbang dan menentukan mana
yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. “Budi“ juga
dapat diartikan sebagai “tabi’at“, “watak“, “perangai“ dan sebagainya. Budi
adalah hal yang berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran, yang
juga disebut karakter. Pekerti dapat diartikan sebagai perbuatan. Pekerti adalah
apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh perasaan hati yang disebut
juga behaviour. Berkaitan dengan akhlak, dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda
dikenal juga istilah “tata krama“ yang juga dimaksudkan sebagai “sopan santun“.
Menurut para ahli masa lalu (al-qudamâ’), akhlak
adalah kemampuan jiwa untuk melahirkan sesuatu perbuatan secara spontan, tanpa
pemikiran atau pemaksaan. dan sering pula yang dimaksud akhlak adalah semua
perbuatan yang lahir atas dorongan jiwa berupa perbuatan baik atau buruk atau
dengan kata lain akhlak adalah potensi yang tertanam dalam jiwa seseorang yang
mampu mendorongnya untuk berbuat baik dan buruk tanpa di dahului oleh
pertimbangan akal dan emosi, maksudnya ialah perbuatan itu sudah menjadi
kebiasaaan sehingga menjadi kepribadian. Bahkan akhlak juga disebut ilmu
tingkah laku / perangai (‘ilm al-sulûk), atau tahzîb al-akhlâq (falsafat
akhlak), atau al-hikmah al-‘amaliyyât, atau al-hikmat
al-huluqiyyât. Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah pengetahuan
tentang keutamaan-keutamaan dan cara memperolehnya, agar jiwa menjadi bersih
dan pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan jiwa untuk mensucikannya.
Dengan perumusan pengertian “akhlak“ (أَخْلاَقٌ) di atas
muncul sebagai mediator yang menjembatani komunikasi adanya hubungan baik
antara “khâliq” (خاَلِقٌ) yang berati pencipta dengan “makhlûq” (مَخْلُوْقٌ) yang
berarti yang diciptakan secara timbal balik, kemudian disebut sebagai “hablun
minallâh” (حَبْلٌ مِنَ الله). Dari produk hablun minallah (حَبْلٌ
مِنَ الله) yang verbal ini,
maka lahirlah pola hubungan antar sesama manusia disebut dengan hablun
minannâs (حَبْلٌ مِنَ النّاسِ).
Jadi berdasarkan sudut pandang etimologi definisi “akhlak“ (أَخْلاَقٌ)
dalam pengertian sehari-hari disamakan dengan “budi pekerti“, kesusilaan, sopan
santun, tata karma (versi bahasa Indonesia) sedang bahasa Inggrisnya disamakan
dengan istilah moral atau ethic. Begitupun dalam bahasa Yunani
istilah akhlak (أَخْلاَقٌ) dipergunakan istilah ethos atau ethikos atau
etika (tanpa memakai huruf “h”) yang mengandung arti “Etika adalah usaha
manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah
bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik“. Dan etika itu adalah
sebuah ilmu bukan sebuah ajaran. Sebagaimana dalam kitab “Dâ’iratul Ma’ârif“
dikatakan bahwa: اَلأَخْلاَقُ هِيَ صِفَاتُ
اْلاِنْسَانِ الأَدَبِيَّةِ
Artinya: “akhlak ialah segala sifat
manusia yang terdidik“.
Memahami ungkapan tersebut diatas dapat dimengerti bahwa
“akhlak“ (أَخْلاَقٌ) adalah sifat (potensi) yang dibawa setiap manusia sejak lahir.
Artinya sifat (potensi) tersebut sangat tergantung dari cara pembinaan dan
pembentukannya. Apabila pengaruhnya itu positif maka output-nya adalah
akhlak mulia dan begitu juga sebaliknya apabila pembinaannya itu negatif, yang
terbentuk adalah akhlak mazmûmah (tercela). Di dalam al-qur’an Allah
berfirman:
فَأَلْـهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوَاهَا
Artinya: “maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan“. (QS.
Asy-Syam: 8)
Beberapa
pengertian Akhlak menurut para ahli: (Amirudin dkk: 2005: 152)
- Imam Al-Ghazali menyebut akhlak
ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa. Dari pada jiwa itu, timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran.
- Prof. Dr. Ahmad Amin
mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan. Maksudnya, sesuatu
yang mencirikan akhlak itu ialah kehendak yang dibiasakan. Dengan kata
lain bahwa kehendak itu apabila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu
dinamakan akhlak. Ahmad Amin menjelaskan arti kehendak itu ialah ketentuan
dari beberapa keinginan manusia. Begitu juga dengan kebiasaan ialah
perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Dari kehendak
dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan ke arah menimbulkan apa yang disebut
sebagai akhlak.
3.
Ibnu Miskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi
diri atau jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa
didahului oleh daya pemikiran karena sudah menjadi kebiasaan.
Sehingga
pemahaman terhadap akhlak dapat dianalogikan kepada seseorang yang mengerti
benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata–mata taat
kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah
memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu,
membentuk suatu kesatuan tindakan perbuatan yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian. Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam
Islam.
Namun
sebaliknya tegaknya aktifitas keIslaman dalam hidup dan kehidupan seseorang
itulah yang dapat menggambarkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Hal ini dapat
dilihat dari seseorang yang sudah memahami dan menghasilkan kebiasaan hidup
dengan baik yakni perbuatan itu selalu diulang–ulang dengan kecenderungan hati
(sadar). Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati
nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk
suatu kesatuan tindakan yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua
yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam
diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna,
mana yang cantik dan mana yang buruk.
Di
dalam The Encyclopaedia of Islam yang dikutip oleh Asmaran dirumuskan: It is
the science of virtues and the way how to acquire them, of vices and the way
how to quard against them, bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang kebaikan
dan cara mengikutinya, tentang kejahatan dan cara untuk menghindarinya. Dengan
demikian hendaknya di sekolah sebagai guru mampu mengantarkan anak untuk
memahami ilmu akhlak dengan harapan agar anak mampu memahami tentang akhlak
yang sebenarnya.
Menurut
Islam pendidikan akhlak adalah faktor penting dalam membina suatu umat untuk
membangun suatu bangsa. Kita bisa melihat bahwa bangsa Indonesia yang mengalami
multi krisis juga disebabkan kurangnya pemahaman akhlak. Secara umum pembinaan
pemahaman akhlak remaja atau pada dataran SD sangat memprihatinkan. Oleh karena
itu program utama dan perjuangan pokok dari segala usaha dalam pembinaan
pemahaman pendidikan akhlak. Dalam penelitian ini terfokus pada materi
pelajaran SD yang terdiri dari:
- Akhlak tercela,
riya, kufur, syirik, nifaq
- Perilaku kehidupan
rasul
3.
Perilaku
sahabat
Allah
SWT menjunjung tinggi terhadap akhlak karena akhlak adalah alat yang dapat
membahagiakan manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat. Maka hendaknya
pihak–pihak yang terkait dalam proses pembinaan akhlak (individu maupun
lingkungan) mampu memberikan pemahaman tehadap anak didiknya. Karena dengan
akhlak, manusia akan dapat hidup dengan baik sesuai aturan (sunnah Allah),
yakni dalam ajaran agama Islam.
Faktor
Yang Mempengaruhi Akhlak
Setiap
orang ingin agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat, dan
sikap mental yang kuat dan akhlak yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan
salah satunya dengan melalui pendidikan, untuk itu perlu dicari jalan yang
dapat membawa kepada terjaminnya perilaku yang baik (ihsân) sehingga ia
mampu dan mau berakhlak sesuai dengan nilai–nilai moral. Nilai–nilai moral akan
dapat dipatuhi oleh seorang dengan kesadaran tanpa adanya paksaan kalau hal itu
datang dari dirinya sendiri. Dengan demikian pendidikan agama harus diberikan
secara terus menerus baik dari keluarga, dari diri individu, pendidikan formal,
pendidikan nonformal atau lingkungan masyarakat.
a.
Faktor
keluarga dalam pembinaan
akhlak anak. Faktor orang tua sangat menentukan, karena akan lebih dapat masuk
ke dalam pribadi anak bersamaan dengan unsur–unsur pribadi yang didapatnya
melalui pengalaman sejak kecil. Pendidikan keluarga sebagai orang tua mempunyai
tanggungjawab dalam mendidik anak–anaknya karena dalam keluarga mempunyai waktu
banyak untuk membimbing, mengarahkan anak–anaknya agar mempunyai perilaku
Islami. Kebahagiaan orang tua atas hadirnya seorang anak yang dikaruniakan
kepadanya, akan semakin terasa karena tumbuhnya harapan bahwa garis
keturunannya akan berlangsung terus. Satu hal yang perlu mendapatkan perhatian
serius dari para orang tua muslim ialah tentang kesalehan anak–anak mereka. Ada
beberapa hal yang perlu direalisasikan oleh orang tua yakni aspek pendidikan
akhlak karimah. Pendidikan akhlak sangat penting dalam keluarga, karena dengan
jalan membiasakan dan melatih pada hal–hal yang baik, menghormati kepada orang
tua, bertingkah laku sopan dalam prilaku keseharian maupun dalam bertutur kata.
Pendidikan akhlak tidak hanya secara teoritik namun disertai contohnya untuk
dihayati maknanya, seperti kesusahan ibu yang mengandungnya, kemudian dihayati
apa yang ada dibalik yang nampak tersebut, kemudian direfleksikan dalam
kehidupan kejiwaannya. Menerima pendidikan baik secara langsung maupun tidak
langsung, disamping itu keluarga merupakan unit kehidupan bersama manusia
terkecil dan alamiah, artinya secara alamiah dialami setiap kehidupan manusia,
karenanya keluarga merupakan jembatan meniti bagi generasi, oleh karena itu
orang tua berperan penting sebagai pendidik, yakni memikul pertanggungjawaban
terhadap pendidikan anak. Karena pendidikan itulah yang akan membentuk manusia
di masa depan. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh (kingsley Price): Man
is the only creature that must be educated by education. We mean care,
discipline (training) and instruction, including culture. Man can become man
through education only. He is only what education makes him. Keluarga
merupakan wadah pertama dan utama, peletak dasar perkembangan anak. Dari
keluarga pertama kali anak mengenal agama dari kedua orang tua, bahkan
pendidikan anak sesungguhnya telah dimulai sejak persiapan pembentukan
keluarga. Setelah mendapatkan pendidikan akhlak dalam keluarga secara tidak
langsung nantinya akan berkembang di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu
maka kebiasaan–kebiasaan dalam keluarga harus dalam pengawasan, karena akan
sangat berpengaruh pada diri anak, kebiasaan yang buruk dari keluarga terutama
dari kedua orang tua akan cepat ditiru oleh anak–anaknya, menjadikan kebiasaan
anak juga menjadi buruk.
Dengan
demikian juga kebiasaan yang baik akan menjadi kebiasaan anak yang baik. Peran
orang tua dan anggota keluarga sangat penting bagi pendidikan akhlak dan
selektivitas bergaul.
b. Faktor kepribadian (dari orang itu
sendiri). Dengan menggunakan
kaidah fikih mengemukakan bahwa diri sendiri termasuk orang yang dibebani
tanggungjawab pendidikan menurut Islam, apabila manusia telah mencapai tingkat mukallaf
maka ia menjadi bertanggung jawab sendiri terhadap mempelajari dan mengamalkan
ajaran agama Islam. Kalau ditarik dalam istilah pendidikan Islam orang mukallaf
adalah orang yang sudah dewasa sehingga sudah semestinya ia bertanggungjawab
terhadap apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan. Hal ini
sangat erat kaitannya dengan keluarga atau semua anggota keluarga yang mendidik
pertama kali. Perkembangan agama pada seseorang sangat ditentukan oleh
pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa–masa pertumbuhan
yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun. Kemampuan seseorang dalam
memahami masalah–masalah agama atau ajaran- ajaran agama, hal ini sangat
dipengaruhi oleh intelejensi pada orang itu sendiri. Orang pandai akan mudah
memahami ajaran–ajaran Islam.
Menurut
penulis, usia SD adalah masa kanak–kanak. Pada masa ini, kesadaran akan emosi
menjadi penting karena tak jarang banyak remaja yang mengalami kesulitan
menghadapi gejolak emosinya. Pada suatu saat ia menjadi orang yang terlalu
gembira, tapi pada saat lain menjadi begitu murung dan sedih. Oleh karena itu
keadaan psikologis yang semacam itu akan menyebabkan mereka sulit mengontrol
dirinya sehingga tingkah lakunya (akhlaknya) juga tidak terkendali. Hal ini
bisa di hindari jika remaja belajar untuk memahami emosinya.
c.
Faktor
Lingkungan (masyarakat), Lembaga
nonformal akan membawa pengaruh seseorang untuk berperilaku yang lebih baik
karena di dalamnya akan memberikan pengarahan–pengarahan terhadap norma–norma
yang baik dan buruk. Misalnya pengajian, ceramah yang barang tentu akan
memberikan pengarahan yang baik, tak ada seorang mubaligh yang mengajak hadirin
untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.
Dengan demikian pendidikan yang bersifat
non formal yang terfokus pada agama ternyata akan mempengaruhi pembentukan akhlak
pada diri seseorang. Maka tepat sekali dikatakan bahwa nilai–nilai dan
kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan dengan nilai–nilai Islam apalagi
yang membawa maslahat dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam menentukan
kebijaksanaan.
Kehidupan manusia tidak lepas dari nilai
itu selanjutnya perlu diinstitusikan. Institusi nilai yang terbaik adalah
melalui upaya interaksi edukatif, pandangan Freeman Butt dalam bukunya Cultural
History of Western Education, menyatakan bahwa hakekat interaksi
edukatif adalah proses tranformasi dan internalisasi nilai, proses pembiasaan
terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai, serta penyesuaian terhadap nilai.
Akhlak yang baik dapat pula diperoleh dengan memperhatikan orang–orang baik dan
bergaul dengan mereka, secara alamiah manusia itu meniru, tabiat seseorang
tanpa dasar bisa mendapat kebaikan dan keburukan dari tabiat orang lain.
Interaksi edukatif antara individu dengan individu lainnya yang berdasarkan
nilai-nilai Islami agar dalam masyarakat itu tercipta masyarakat yang
berakhlakul karimah. Lingkungan masyarakat yang selalu mengadakan hubungan
dengan cara bersama orang lain. Oleh karena itu lingkungan masyarakat juga
dapat mempengaruhi perkembangan baik dalam hal–hal yang positif maupun negatif
dalam membentuk akhlak pada diri seseorang. Oleh karena itu lingkungan yang
berdampak negatif tersebut harus diatur, supaya interaksi edukasi dapat
berlangsung dengan sebaik–baiknya. Bentuk–bentuk organisasi lain di dalam
masyarakat merupakan persekutuan hidup yang memanifestasikan ajaran agama Islam
dalam kehidupan sehari–hari.
Dari penjelasan di atas di katakan bahwa
manusia hidup membutuhkan orang lain. Maksudnya bahwa tak seorangpun manusia
yang bisa hidup sendiri. Jika dikaitkan dengan lingkungan sekolah, hal ini sama
artinya bahwa mereka dalam hidup saling membutuhkan dan saling mempengaruhi
satu sama lain. Misalnya ketika ia melihat temannya yang rajin melakukan
kegiatan keagamaan di lingkungan sekolah maka secara tidak langsung dia akan
terpengaruh juga dengan kegiatan temannya. Jadi lingkungan sangat memberikan
pengaruh yang besar bagi pertumbuhan pola pikir dan akhlak seseorang khususnya Peserta
didik–siswi Sekolah Dasar.
Ada tiga macam pengaruh lingkungan
pendidikan terhadap keberagamaan seseorang.
1) Lingkungan yang acuh tak acuh
terhadap agama. Lingkungan semacam ini ada kalanya berkeberatan terhadap
pendidikan agama, dan ada kalanya pula agar sedikit tahu tentang hal itu.
2) Lingkungan yang berpegang pada
tradisi agama, tetapi tanpa keinsafan batin; biasanya lingkungan demikian
menghasilkan seseorang beragama yang secara tradisional tanpa kritik atau
beragama secara kebetulan.
3) Lingkungan yang memiliki tradisi
agama dengan sadar dan hidup dalam kehidupan yag beragam lingkungan ini
memberikan motivasi atau dorongan yang kuat kepada seseorang untuk memeluk dan
mengikuti pendidikan agama yang ada, apabila lingkungan ini ditunjang oleh
anggota–anggota masyarakat yang baik dan kesepakatan memadai, maka kemungkinan
besar hasilnya pun paling baik untuk mewujudkan akhlak pada diri orang yang ada
disekitarnya. Masyarakat di sini juga ikut mempengaruhi akhlak atau perilaku
seseorang yang ada disekitarnya yang dalam kehidupan sehari–harinya ia tak
mungkin lepas dari pengaruh lingkungan dimana ia tinggal. Lingkungan pergaulan
merupakan alat pendidikan, meskipun keadaan maupun peristiwa apapun yang
terjadi tidak bisa dirancang, sehingga keadaan tersebut mempunyai pengaruh
terhadap pembentukan kepribadian seorang baik berdampak baik maupun akan
berdampak jelek. Lingkungan pergaulan yang baik akan mendukung pula
perkembangan pribadi seseorang yang disekitarnya. Namun pergaulan yang jelekpun
sangat mendukung kepribadian yang buruk, bahkan bisa merusak akidah–akidah yang
telah tertanam pada diri sejak kecil, jika ia tidak pandai mengawasi dan menyaring
(filter) dari segala pergaulan yang terjadi di masyarakat. Dalam
kegiatan masyarakat cenderung bersifat pengajaran orang dewasa, di lingkungan
agama Islam bentuk jalur ini yang kegiatannya diprogramkan dalam
instansi–instansi sekolah. Dasar–dasar pengembangan intelektual dalam Islam
harus bersumber dari Al–Qur’an dan Hadist. Sebagai orang dewasa harus
berhati–hati terhadap berbagai macam faktor yang bisa mempengaruhi akhlak yang
tidak baik. Apabila nilai–nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan
kepribadian seseorang, maka tingkah laku orang tersebut akan banyak diarahkan
dan dikendalikan oleh nilai–nilai agama. Oleh karena itu sebagai orang dewasa
hendaknya melakukan pengawasan yang ketat dalam hal berkaitan dengan perilaku
dalam lingkungan masyarakat. Saat sekarang ini banyak remaja sudah sangat sulit
untuk membiarkan dalam hal bergaul bebas tanpa disertai dengan pengawasan dari
orang tua yang justru akan mengakibatkan celaka di kemudian hari yang tak bisa
ditebus dengan apapun.
d. Faktor visual dan
audio visual. Tidak hanya
pengaruh lingkungan tapi masih banyak lagi misalnya TV, majalah dan
tayangan–tayangan lain yang bisa memberikan banyak pengaruh pada kepribadian
anak dan tingkah laku anak. Misalnya kita melihat tayangan–tayangan barat atau
film–film porno maka kalau anak–anak didik kita tidak dibekali dengan ilmu
agama maka ia akan terjerumus ke dalamnya. Belum lagi sekarang marak dengan
majalah–majalah yang menyajikan tentang beragama busana yang seronok yang
sangat tidak pantas dipakai oleh budaya kita. Lain daripada itu anak usia SD
itu adalah masa dimana memiliki keinginan sangat tinggi untuk selalu mencoba
hal-hal yang baru. Oleh karena itu kita harus berhati–hati memberikan
pengarahan kepada anak–anak kita agar mereka selalu memegang ajaran agama.
Disinilah pentingnya peranan penanaman akhlak yang telah ditanamkan oleh kedua
orang tuanya, yang berguna sebagai filter perkembangan yang telah terjadi pada
zaman yang penuh globalisasi ini. Disinilah peranan pengamalan ibadah yang
dilaksanakan oleh orang dewasa sebagai contoh terhadap orang–orang yang ada di
sekitar mereka, agar di lingkungan tersebut dalam pergaulannya mencerminkan
akhlakul karimah.
Sekiranya
sebagian manusia ditakdirkan dapat melihat melalui sebuah jendela kedalam manusia
pada setiap zaman dan tempat, sesungguhnya akan terlihat suatu khalayak yang
heterogen, pandangan hidup yang berbeda–beda dan kelompok–kelompok yang berbeda
status sosialnya. Akan terlihat umat manusia, kadang–kadang menemukan jalan
buntu dan kadang–kadang jalan itu banyak simpangannya. Disaat inilah manusia
butuh teman untuk berbagi dalam memecahkan masalah yang dia hadapi. Oleh karena
itu selektif dalam memilih teman adalah salah satu kunci untuk selamat dunia
dan akhirat. Hanya orang–orang yang paham akan ajara agama (Islam) yang bisa
selektif dalam bergaul. Karena pada dasarnya Islam mempunyai misi universal dan
abadi, intinya adalah mengadakan bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa
manusia atau akhlak.
Allah
SWT menetapkan akhlak adalah alat yang dapat membahagiakan kita dalam kehidupan
dunia dan akhirat. Karena dengan akhlak manusia akan berjalan di atas rel
sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan, yakni dalam ajaran agama Islam.
Kepribadian muslim masa kini yang tergambar merupakan warisan yang diterima
dari orang tua dan nenek moyang selama beberapa abad. Ia merupakan warisan yang
besar, yang dalam pembentukkannya telah ikut serta dengan ide yang
berbeda–beda, yang sebagian lainnya tidak menghendaki kebaikan bagi Islam dan
umatnya. Tambahan lagi bahwa perlawanan pada masa sekarang ditujukan untuk
menguasai pemikiran manusia serta mempengaruhi akidah serta akhlaknya. Bila
persolannya demikian, sedang kepribadian umat Islam masa sekarang tidak
mengambarkan kepribadian muslim yang sesungguhnya- kecuali orang yang
mendapatkan rahmat Allah. Maka wajiblah kita memulai kembali pembentukkan
kepribadian muslim yang jelas ciri–cirinya dan sifat-sifatnya, serta
kepribadian dan akhlak-akhlak yang tampak pada rasul-rasul, nabi-nabi, pada
para sahabat terdahulu dan imam-imam yang terkemuka.
Dari
paparan diatas maka kita ketahui bahwa akhlakul karimah itu merupakan suatu
tingkah laku seseorang baik secara individu maupun suatu kelompok dalam berbuat
atau bertingkah laku dalam kehidupan sehari–harinya sesuai dengan ajaran-ajaran
agama Islam. Dengan demikian berarti akhlakul karimah harus berdasarkan akidah
Islam, karena akhlakul karimah berhubungan dengan keimanan dan hukum. Di mana
akhlak menentukan hukum atau nilai perbuatan manusia dengan keputusan baik atau
buruk, perbedaan terletak pada tolak ukurnya ajaran al-Quran dan Sunnah, etika
dengan pertimbangan akal pikiran dan moral dengan adat kebiasaan yang umum
berlaku di masyarakat. Karena perilaku ihsan berhubungan dengan keimanan
dan hukum maka akidahlah yang merupakan standar penilaian. Apapun yang
bertentangan dengan kaidah Islam tidak diambil atau tidak diyakini. Oleh karena
itu apabila perilaku yang sekiranya bertentangan dengan akidah maka harus
ditinggalkannya. Akhlak mulia bukanlah sekedar taktik yang bersifat sementara,
melainkan suatu sikap yang terus menerus. Akhlak merupakan kekuatan jiwa dari
dalam, yang mendorong manusia untuk melakukan yang baik dan mencegah perbuatan
yang buruk. Allah mendorong manusia untuk memperbaiki akhlaknya bila terlanjur
salah, sesuai firman Allah SWT.
`tBur
ö@yJ÷èt
#¹äþqß
÷rr&
öNÎ=ôàt
¼çm|¡øÿtR
¢OèO
ÌÏÿøótGó¡o
©!$#
ÏÉft
©!$#
#Yqàÿxî
$VJÏm§
ÇÊÊÉÈ
Artinya:
“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya,
Kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. ” (An-Nisa: 110).
Pemahaman
akhlak sesuai dengan ayat tersebut yang menjelaskan bahwa perbuatan akhlak
mempunyai tujuan langsung yang dekat, yaitu harga diri, dan tujuan jauh yakni
ridla Allah melalui amal sholeh dan jaminan kebahagian dunia akhirat. Sudah
kita ketahui bersama bahwa manusia dalam kehidupannya itu selalu mengadakan
hubungan dengan orang lain. Dengan adanya hubungan ini ia berusaha untuk
menyesuaikan dengan lingkungan yang dihadapinya. Dalam berperilaku yang baik
itu manusia harus tahu sifat yang dihadapinya. Dan pada hakekatnya manusia itu
telah diberi kesadaran untuk memilih yang baik dan buruk dari sang pencipta.
Masalah akhlakul karimah itu merupakan ilmu yang berkaitan dengan ilmu akhirat,
karena perilaku tersebut merupakan kualitas positif dan terpuji yang melahirkan
tindakan mulia. Selain itu manusia juga diilhami oleh Allah dengan jalan baik
dan buruk sesuai dengan firman Allah SWT:
$ygyJolù;r'sù
$yduqègéú
$yg1uqø)s?ur
ÇÑÈ
Artinya:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.”
(QS. Al-syams: 8).
Perilaku
baik dan buruk merupakan suatu yang mendasar dalam diri manusia karena manusia
mempunyai kebebasan untuk memilih bahwa manusia adalah kehendak bebas dan
bertanggung jawab yang menempati station antara dua kutub yang berlawanan yakni
Allah dan setan, selanjutnya kehendak bebas yang berhadapan dengan pilihan yang
berat dan rumit apakah ia akan memilih Allah atau terbenam dalam lempung dibawah
endapan lumpur.
Dengan
adanya kehendak bebas manusia itu maka manusia perlu pengarahan untuk memilih
atau menentukan kehendak agar manusaia tidak terperosok ke dalam lumpur yang
busuk. Untuk itu diperlukan suatu pendidikan yang akan mendidik manusia untuk
berperilaku ihsan atau baik, dalam kehidupan di masyarakat manusia tidak dapat
hidup sendiri bahkan ia selalu bergaul dengan sesamanya. Oleh karena itu
manusia dalam hidupnya harus menggunakan bahasa yang baik dan benar,
menghormati sesama, suka memaafkan bila ada yang bersalah, menolong terhadap
orang yang membutuhkan pertolongan, menepati janji dan juga berani
mempertahankan sesuatu kebenaran untuk disampaikan. Dari penjelasan diatas kita
tahu bahwa ciri-ciri kepribadian muslim yaitu:
1) Bashirah.
Orang Islam yang berpedoman kepada petunjuk Allah adalah orang Islam yang
memperoleh cahaya. Ia diberikan bashirah dan furqon. Islam yang
dianut oleh orang muslim itu menghidupkan hati dan menyembuhkan bermacam-macam
penyakit. Islam itu adalah cahaya yang mengoyak-ngoyak selubung kegelapan yang
menyelubungi jiwa, sebagaimana ia menyingkap kegelapan pikiran yang terhembus
dalam kehidupannya.
2) Kekuatan Hidayah Tuhan yang
benar-benar dirasakan oleh orang Islam, kebenaran murni yang dipikulnya, terang
jalan yang ditempuh dan pengetahuannya mengenai kesesatan yang menimpa manusia,
semua itu membuat ia mempunyai kekuatan yaitu kekuatan hakiki lagi benar yang
tegak diatas dasar-dasar yang benar lagi kuat, kekuatan menisbahkan diri kepada
Allah dan kepada agama-Nya yang hak, Allah SWT berfirman :
...4 ¬!ur
äo¨Ïèø9$#
¾Ï&Î!qßtÏ9ur
úüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur ... ÇÑÈ
Artinya:
“Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bagi orang-orang
mukmin” (Al-Munafiqun: 8)
3) Berpegang teguh kepada kebenaran.
Orang Islam merasa yakin akan kebenarannya yang ada pada dirinya, sedikitpun ia
tidak meragukannya. Ia merasa sangat kuat dengan kebenarannya itu dia
berpendapat, bahwa hilangnya kebenaran ini dan berpendapat, bahwa hilangnya
kebenaran ini dan terlepasnya tangannya merupakan siksa yang tiada siksa yang
lebih berat dari padanya.
4) Tetap tabah atas kebenaran.
Sementara tetap berpegang teguh kepada kebenaran, berjihat untuk mewujudkan
serta menegakkan dan menghancurkan kebatilan, seorang muslim memerlukan
ketabahan. Dari cirri-ciri diatas bisa kita ketahui bahwa setiap manusia
mempunyai kesempatan untuk menjadi pembiasaan hidupnya sehingga akan lekat pada
jiwanya, dan akhirnya akan menjadi akhlak. Selanjutnya dengan adanya
kebiasaan-kebiasaan yang baik tersebut akan membentuk akhlak. Dalam hal akhlak
dapat dirinci sebagai berikut:
a). Akhlakul karimah
dalam pergaulan Peserta didik dengan guru. Meliputi sikap hormat, sopan santun
dalam berbicara, minta ijin bila meninggalkan ruangan, memberi salam bila
bertemu, suka membantu, melaksanakan nasehat dan perintah guru, sikap jujur,
berani menyampaikan kebenaran, tepat waktu bila berjanji.
b). Akhlakul karimah terhadap sesama Peserta didik
yang meliputi sikap rendah hati dan ramah-tamah, suka memberi salam terlebih
dahulu, suka memberi maaf kepada sesama Peserta didik yang salah, sopan santun
dalam bicara, menunjukkan rasa gembira jika bertemu, tidak suka menyendiri.
Disamping itu juga bersikap adil dalam bergaul, meliputi suka memberi dan
menerima nasehat terhadap sesama Peserta didik, tidak membeda-bedakan sesama Peserta
didik, tidak suka mengucilkan sesama Peserta didik. Juga mempunyai sikap jujur
dalam bergaul, yang meliputi tidak suka berbohong, berani menyampaikan
kebenaran.
2.
Dasar dan Tujuan Pembinaan Akhlak
Mengenai
tujuan pembinaan akhlak menurut M. Juhri dalam bukunya Aqidah Akhlak,
dinyatakan bahwa tujuan pembinaan akhlak secara khusus meliputi:
1.
Terhindar dari perbuatan hina dan tercela dalam hubungan Melahirkan perbuatan
yang mulia dan sempurna dalam:
a.
Hubungan dan
ibadah kepada Allah
b.
Hubungan dengan
sesama manusia
c.
Hubungan dengan
binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk Allah yang lain
2.
Kepada Allah, Rasul, sesama manusia,
binatang, tumbuhan dan makhluk Allah yang lain.
3.
Melahirkan perbuatan yang serasi antara
kata-kata dan tindakan, antara teori dan praktek serta melahirkan perbuatan
yang mempunyai keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan duniawi dan ukhrawi, lahir
maupun batin dan jasmani maupun rohani.
4. Memperoleh kemudahan dalam memenuhi hak dan
kewajiban dan tetap terjaga martabatnya secara terhormat di dunia dan akhirat.
Sehingga yang menjadi tujuan pentingnya pembinaan akhlak adalah untuk membentuk
pribadi muslim yang berbudi pekerti mulia, bertingkah laku sopan, berperangai
atau beradat istiadat yang baik sesuai ajaran Islam. Pada dasarnya, kalau
dilihat dari tujuan dan pentingnya pembinaan akhlak secara garis besar dapat
dikatakan bahwa peranan guru secara umum sangat besar untuk memberikan ilmu
pengetahuan, membina dan mengembangkan anak didik agar berbudi pekerti yang
baik dalam segala segi kehidupan. Dengan demikian akan membentuk tingkah laku
dan moral Peserta didik yang memiliki budi pekerti untuk dikembangkan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga bangsa Indonesia pada nantinya akan memiliki
generasi muda yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa untuk menjawab
segala tantangan di masa yang akan datang.
3. Tujuan Pentingnya Pembinaan Akhlak
Tujuan
pentingnya pembinaan akhlak adalah untuk membentuk pribadi muslim yang berbudi
pekerti mulia, bertingkah laku sopan, berperangai atau beradat istiadat yang
baik sesuai dengan ajaran Islam yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Terdapat banyak ayat Qur’an dan Hadits yang menjelaskan tentang Akhlak,
diantaranya seperti yang telah di firmankan Allah dalam surah al-Ahzâb, ayat
21:
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً ﴿٢١﴾
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Begitu juga dengan ayat berikut yang menjelaskan
tujuan akhlak untuk dapat bertemu dengan sang Khalik di hari kemudian. Dimana
tidak sedikitpun bagi Allah merasa rugi bila tidak ada seorang manusiapun yang
berkehendak untuk mengikuti contoh para Rasul Allah.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَمَن يَتَوَلَّ
فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ ﴿٦﴾
Artinya:
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik
bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada)
Hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah
Yang Maha Kaya lagi terpuji.” (Q.S. al-Mumtahanah, 6)
Dari
2 ayat di atas, kiranya dapat menggambarkan bahwa akhlak merupakan tuntunan
dari Allah sang Pencipta makhluk hidup dan akan mendapatkan karunia serta
Rahmat-Nya bila dapat mengikuti dan mencontoh panduan yang telah terdapat pada
Rasul-rasul Allah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tujuan Khusus Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui
upaya guru agama Isalam SDN Binong 5 Curug Tangerang.
2.
Untuk mengetahui
pembinaan akhlak peserta didik SDN Binong 5 Curug Tangerang.
3.
Untuk mengetahui
upaya guru agama Islam dalam pembinaan akhlak peserta didik SDN Binong 5 Curug
Tangerang
B. Tempat dan waktu Penelitian
Lokasi
yang dijadikan penelitian penulis adalah sebuah lembaga pendidikan yang bernama
Sekolah Dasar Negeri Binong 5. Sekolah ini terletak di kelurahan Binong,
wilayah kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten.waktu yang
diperlukan dalam penelitian selama tiga bulan dari mulai Juni 2011 sampai
dengan bulan Agustus 2011
C.
Latar Penelitian (setting )
Melihat
kondisi ahlak peserta didik yang ada di Sekolah Sekolah Dasar Negeri Binong 5
maka penulis punya keinginan untuk meneliti sebuah lembaga pendidikan ini
dengan harapan agar dapat mengetahui sejauh mana pendidikan yang diterapkan
disekolah ini terutama dalam pembinaan Akhlak. Namun demikian sebagai sebuah
lembaga pendidikan Sekolah Dasar Negeri Binong 5 memiliki harapan dan tujuan
yang ingin dicapai terhadap Peserta didiknya. Hal ini tercantum pada visi dan
misi Sekolah Dasar Negeri Binong 5.
D.
Metode Penelitian Kualitatif
Dalam menyelesaikan tugas akhir
sebagai maha siswa dan untuk mendapatkan pemahaman yang substantive
terhadap permasalahan guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlak Peserta
didik SDN Binong 5 maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif cenderung menggunakan analisa induktif, dimana proses
penelitian dan pemberian makna terhadap data dan informasi lebih ditonjolkan,
dengan ciri utama pendekatan ini adalah bentuk narasi yang bersifat kreatif dan
mendalam serta naturalistic.
Sehubungan dengan ini Arief Furchan
(1999: 22) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan metode kualitatif ialah
proses penelitian yang menghasilkan data deskriftif, ucapan atau tulisan atau
perilaku yang dapat diamati dari orang-orang itu sendiri, pendekatan ini
langsung menunjukan setting dan individu-individu dalam setting itu secara
keseluruhan. Subyek penyelidikan baik berupa organisasi atau individu tidak
mempersempit menjadi variable yang terpisah atau menjadi hipotesa melainkan
dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan.
Dari pendapat diatas, dapat
dikatakan bahwa pendekatan kualitatif berusaha mendapatkan data deskriptif,
ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan alasan mengacu pada beberapa
pendapat pakar penelitian sebagai mana yang dikemukakan oleh. Margono (2000:
37) antara lain:
- Untuk
menanggulangi banyaknya informasi yang hilang, seperti yang dialami oleh
penelitian kuantitatif sehingga intisari konsep yang ada pada data dapat
diungkap.
- Untuk
menaggulangi kecenderungan menggali data empiris dengan tujuan membuktikan
kebenaran hipotesis akibat dari adanya hipotesis yang disusun sebelumnya
berdasarkan berfikir deduktif seperti dalam pemikiran kuantitatif.
- Untuk
menanggulangi kecenderungan pembatasan variable yang sebelumnya, seperti
dalam penelitian kuantitatif padahal permasalahan dan variable dalam
masalah sosial sangat kompleks.
- Untuk
menanggulangi adanya indeks-indeks kasar seperti dalam penelitian
kuantitatif yang menggunakan pengukuran enumerasi (perhitungan) empiris,
padahal inti sebenarnya berada pada konsep-konsep yang timbul dari data.
Disamping alasan diatas, dalam penelitian
ini digunakan pendekatan kualitatif disebabkan beberapa hal yang cukup penting
antara lain: pertama, karena latar belakang penelitian tidak bersifat homogen.
Kedua, karena penelitian ini berusaha mengungkap data dengan apa adanya sesuai
dengan hasil temuan di lapangan tentang upaya guru pendidikan agama Islam dalam
pembinaan Akhlak Peserta didik.
E. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah mengenai
Upaya guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlak Peserta didik,
kendala-kendala guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlak Peserta
didik SDN Binong 5 dan solusi mengatasi kendala-kendala guru pendidikan agama
Islam dalam pembinaan ahlak Peserta didik serta data-data yang lain yang
dibutuhkan untuk melengkapi penyusunan skripsi ini.
F. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sekaligus berfungsi sebagai
instrument utama yang terjun kelapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan
data melalui observasi maupun wawancara dan interviu secara lebih rinci teknik
pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Metode Observasi (Pengamatan)
Pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat secara sistimatik gejala-gejala yang diselidiki.
(Supardi, 2006: 88). Senada dengan itu Yehoda dkk, (2006: 89) menjelaskan
pengamatan akan menjadi alat pengumpulan data yang baik apabila:
a)
Mengabdi pada tujuan penelitian
b)
Direncanakan secara sistematik
c)
Dicatat dan dihubungkan dengan proposisi-prosposisi yang umum
d) Dapat dicetak dan dikontrol validitas,
relibilitas, dan ketelitianya.
Pada metode pegamatan ini, penulis
terjun langsung untuk mengamati secara langsung terhadap pelaksanaan upaya guru
pendidikan agama Islam dalam pembinaan ahlak Peserta didik. Data yang
diperlukan dalam metode pengamatan ini adalah, mengamati secara langsung,
pelaksanaan proses belajar mengajar, kegiatan-kegiatan guru, kegiatan-kegiatan Peserta
didik serta kegiatan dalam rangka menciptakan pelaksanaan proses belajar
mengajar yang baik dan kondusif.
2.
Metode Interview
Metode ini disebut juga dengan
metode wawancara, yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan melalui
Tanya jawab secara langsung dengan sumber data.
Sehubungan dengan hal ini Margono
(2003: 165) mengemukakan bahwa: interview merupakan alat pengumpulan informasi
dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan
juga, ciri utama dari interview adalah kontak langsung dan tatap muka antara
pencari informasi dengan sumber informasi.
Dalam wawancara secara mendalam ini
dilakukan oleh peneliti terhadap informan yang menjadi obyek dari penelitian
ini yaitu pimpinan sekolah, guru pendidikan agama Islam, guru,s iswa serta tata
usaha. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang ada relevansinya
dengan pokok persoalan penelitian yaitu upaya guru pendidikan agama Islam dalam
pembinaan akhlak Peserta didik tersebut.
Data wawancara yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, yaitu tentang upaya guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan
ahlak Peserta didik,kendala-kendala yang dihadapi guru pendidikan agama Islam,
solusi mengatasi kendala-kendala dalam pembinaan Ahlak.
3.
Metode Dokumentasi
Dalam penelitian kualitatif terdapat
sumber data yang berasal dari bukan manusia seperti dokumen, foto-foto dan
bahan lainnya. Metode dokumentasi ini merupakan salah satu bentuk pengumpulan
data yang paling mudah, karena peneliti hanya mengamati benda mati dan apabila
mengalami kekeliruan mudah untuk merevisinya karena sumber datanya tetap dan
tidak berubah.
Menurut Arikunto (2000: 234) metode
dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variasi yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah kabar, majalah, prasasti,
notulen, raport, ledger dan sebagainya.
Dokumen yang diperlukan dalam
penelitian ini meliputi struktur organisasi lembaga sekolah, data guru , Peserta
didik, data pegawai tata usaha, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah
SDN Binong 5 dan data-data lain yang dibutuhkan untuk melengkapi penyusunan
skripsi ini.
G.
Analisis Data
Analisis data penelitian kualitatif
pada dasarnya sudah dilakukan sejak awal kegiatan penelitian sampai akhir
penelitian. Dengan cara ini diharapkan terdapat konsistensi analisis data
secara keseluruhan. Karena mengingat penelitian ini bersifat deskriptif, maka
digunakan analisa data filosofis atau logika yaitu analisa induktif.
Metode induktif adalah metode berpikir
dengan mengambil kesimpulan dari data-data yang bersifat khusus. Sebagai
mana yang telah dijelaskan oleh Sutrisno, bahwa berfikir induktif berangkat
dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit, kemudian dari
fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus, kongkrit itu ditarik
generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum. (Sutrisno, 1986: 42)
Dalam penelitian ini digunakan metode induktif untuk menarik suatu
kesimpulan terhadap hal-hal atau peristiwa-peristiwa dari data yang telah
dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, yang bisa
digeneralisasikan (ditarik kearah kesimpulan umum), maka jelas metode induktif
ini untuk menilai fakta-fakta empiris yang ditemukan lalu dicocokan dengan
teori-teori yang ada. Sedangkan mengenai data yang telah terkumpul, maka dalam
hal ini digunakan dua langkah dalam menganalisis data tersebut antara lain
yaitu:
1.
Persiapan
Dimana dalam persiapan kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu:
- Mengenai
nama dan kelengkapan interview (sumber informasi) dan benda-benda yang
merupakan sumber data yang telah dikumpulkan.
- Mengecek
kelengkapan data, yaitu memeriksa isi instrument pengumpul data dan
isian-isian data yang terkumpul dari sumber informasi penelitian, termasuk
didalamnya tentang tanggal pengutipan data, tanggal interview dan tanggal
dilakukan observasi.
2. Penerapan
Dalam penyusunan skripsi ini,
penerapan yang digunakan adalah penerapan yang sesuai dengan penerapan
kualitatif, yang lebih cenderung menggunakan analisa induktif yang berangkat
dari khusus ke umum, maksudnya ialah mengungkapkan proses upaya guru pendidikan
agama Islam dalam pembinaan ahlak Peserta didik yang dilakukan, serta
faktor-faktor yang mendukung dan menghambatat pelaksanaan guru pendidikan agama
Islam dalam pembinaan ahlak tersebut.
G.
Pengecekan Keabsahan Data
Setelah penafsiran data, maka akan
dilakukan pengecekan data. Ada beberapa teknik pengecekan/pemeriksaan
kredibilitas data, diantaranya memperpanjang keikut sertaan, ketekunan pengamatan,
triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi, analisis kasus negative,
kecukupan reprensial, pengecekan anggota, uraian rinci dan auditing. (Moleong,
1996: 175).
Dalam penelitian ini penulis memilih
dua tehknik utama yaitu:
- Tehknik triangulasi atau
pengecekan kebenaran data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
data sebagai pembanding. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tehnik
triangulasi dengan sumber data yang menjadi subyek penelitian. Dengan kata
lain, peneliti akan membandingkan dan mengecek balik tingkat keabsahan
data pada waktu yang berbeda serta dengan alat dan metode yang berbeda
dalam penelitian kualitatif.
- Tehnik pembahasan teman sejawat
melalui diskusi. Dalam penelitian ini, hasil analisis sementara akan
selalu dikonfirmasikan dengan data atau informasi baru yang diperoleh dari
sumber yang lain. Prosedur ini juga akan dilakukan dengan menggunakan
metode yang berbeda, misalnya observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil
dari berbagai sumber data tentang pelaksanaan upaya guru agama Islam dalam
pembinaan akhlak akan dibandingkan dalam upaya mengecek kredibilitas data.
t='5
'
BAB IV
TEMUAN TEMUAN
PENELITIAN
(CULTURAL
THEME)
A.
Siswa, guru dan keadaan sekolah
No.
|
NAMA SISWA KLS V
|
No.
|
NAMA SISWA KLS V
|
1
|
Aga Jeri Mei Saputra
|
56
|
Ruth Paulina Siagian
|
2
|
Ilham Setiawan
|
57
|
Retno Rahayu
|
3
|
Rinawati
|
58
|
Santi Wijayanti
|
4
|
Doni Firmansyah
|
59
|
Riki Dwi Hardiyanto
|
5
|
Ahmad Ramdoni
|
60
|
Arpih
|
6
|
Anggraeni Eka Safitri
|
61
|
Fikri
|
7
|
Atikasari
|
62
|
Sandi Somantri
|
8
|
Della Listia
|
63
|
Boy Sandi
|
9
|
Desi Wulandari
|
64
|
Andreas Saputra
|
10
|
Devita Gusmawati
|
65
|
Febri Aji Mahera
|
11
|
Dila Tiarasari
|
|
|
12
|
Dimas Anggara Mukti
|
|
|
13
|
Dinah
|
|
|
14
|
Ecep Supriyadi
|
|
|
15
|
Erina Nadya Turiza
|
|
|
16
|
Ernawati
|
|
|
17
|
Fauzi Rahmann
|
|
|
18
|
Fikry Al Fatan
|
|
|
19
|
Fitria
|
|
|
20
|
Hoirul Itamimi
|
|
|
21
|
Indah Sari
|
|
|
22
|
Ipan Wijaya
|
|
|
23
|
Kameliyah
|
|
|
24
|
Kartina
|
|
|
25
|
Kelvin Desnet
|
|
|
26
|
Leni Safitri
|
|
|
27
|
Leni Widia
|
|
|
28
|
Melianawati
|
|
|
29
|
Muhammad Aswan
|
|
|
30
|
Muhamad Fahmi Aziz
|
|
|
31
|
Muhammad Iyus
|
|
|
32
|
MuhammadRayhan Irfan
|
|
|
33
|
Nur Amajidah
|
|
|
34
|
Rizki Permana Putra
|
|
|
35
|
Rosi
|
|
|
36
|
Septiana Nur Asih
|
|
|
37
|
Siti Mariyam
|
|
|
38
|
Siti Rica Septia Madayu
|
|
|
39
|
Sri Isdiansari
|
|
|
40
|
Tegar Adi Pamungkas
|
|
|
41
|
Yanto
|
|
|
42
|
Tika Yulianti
|
|
|
43
|
Lionis Priautama
|
|
|
44
|
Nova Lidiana
|
|
|
45
|
Mad Topik
|
|
|
46
|
Togi Ar Rahman
|
|
|
47
|
Verliana Tasia Eka. P
|
|
|
48
|
Pramudya Ikhsanul. F
|
|
|
49
|
M. Widad
|
|
|
50
|
M. Irham
|
|
|
51
|
Rizki Oktariwandi
|
|
|
52
|
Ghira Feby Milisya
|
|
|
53
|
M. RizkiAditya
|
|
|
54
|
Rahmad Renaldi
|
|
|
55
|
Yudi Eka Agustian
|
|
|
No
|
NAMA SISWA KLS IV
|
No
|
NAMA SISWA KLS IV
|
1
|
Ahmad Sidik
|
56
|
Eko Teguh Purwanto
|
2
|
Hani Setyarini
|
57
|
Silvia Anda
|
3
|
M. Adam Ardiansyah
|
58
|
Combang Ade Putra
|
4
|
Ahmad Pandu Fahrizal
|
59
|
Adrian
|
5
|
M. Rafi Ramadhan
|
60
|
Rhul Mu’jizat Apriansa
|
6
|
Adang Permana
|
61
|
Nadya Septiani
|
7
|
Ading
|
62
|
Marsel Renaldi
|
8
|
Agni Khoirunnisa
|
63
|
|
9
|
Ahmad Ilyas
|
64
|
|
10
|
Alda Intan Putri. R
|
65
|
|
11
|
Amalia Nurhandayani
|
|
|
12
|
Angga Prastio
|
|
|
13
|
Anisah
|
|
|
14
|
Arif Riyanto
|
|
|
15
|
Celia Anggita Putri
|
|
|
16
|
Cica Nur Cahya
|
|
|
17
|
Daud Paulus Saimima
|
|
|
18
|
Deny Kurniawan
|
|
|
19
|
Dini Setiawati
|
|
|
20
|
Endah Sundari
|
|
|
21
|
Evita Dwi Haryani
|
|
|
22
|
Fajar Gumilanng
|
|
|
23
|
Faki Bustomi
|
|
|
24
|
Faqih Ibnu Lael
|
|
|
25
|
Fresa Osama Yuriska
|
|
|
26
|
Hendi Mulyadi
|
|
|
27
|
Irawan
|
|
|
28
|
Jihan Septianisa
|
|
|
29
|
Krisnawati
|
|
|
30
|
M. Aziz Firdaus
|
|
|
31
|
M. Hafiz Siraj
|
|
|
32
|
M. Ramadoni
|
|
|
33
|
M. Rizko Tazri
|
|
|
34
|
Noni Sapitri
|
|
|
35
|
Noviyanti
|
|
|
36
|
Nuraida
|
|
|
37
|
Putri Handayani
|
|
|
38
|
Putri Indahsari
|
|
|
39
|
Ramadani
|
|
|
40
|
Rio Bay Trisno
|
|
|
41
|
Rita Kurniasari
|
|
|
42
|
Rudi Ishandika
|
|
|
43
|
Siti Badriah ( A )
|
|
|
44
|
Sri Indah Rezeki
|
|
|
45
|
Sunia
|
|
|
46
|
Supiat
|
|
|
47
|
Ulpah Widia Ningsih
|
|
|
48
|
Victor Maulana
|
|
|
49
|
Vira Pebriyanti
|
|
|
50
|
Wulandari
|
|
|
51
|
Leli Aryani
|
|
|
52
|
Siti Badriyah ( B )
|
|
|
53
|
Nurul Fadilah Farhani
|
|
|
54
|
Eka Putri Cahyani
|
|
|
55
|
Muhamad Rafli
|
|
|
No
|
NAMA SISWA KLS III
|
No
|
NAMA SISWA KLS III
|
1
|
Anita Septiani
|
56
|
Yogi Alamsyah
|
2
|
Erwinsyah
|
57
|
Yuli Ainiyah
|
3
|
Fajar Ramadhan
|
58
|
Yulia Saronita
|
4
|
Agung Setia Budi
|
59
|
M. Dhani Prayoga
|
5
|
Ahmad Rajib Septiraji
|
60
|
Ardiyanto
|
6
|
Aldi Haeriyanto
|
61
|
Maya Narulita
|
7
|
Aldi Hardiansyah
|
62
|
Wuri Maharani
|
8
|
Bagas Aji Prasetyo
|
63
|
Aldi Hendra Wijaya
|
9
|
Bagas Fazry
|
64
|
Nuri Zamai Yuni
|
10
|
Desi Fatimah
|
65
|
Ananda Fauziah
|
11
|
Dias Andrian Novalino
|
66
|
Ari
|
12
|
Endang Safitri
|
|
|
13
|
Esa Kurnia
|
|
|
14
|
Feri Indra Pratama
|
|
|
15
|
Gesang Kurniawan
|
|
|
16
|
Habib Yuska M. Abdu
|
|
|
17
|
Hendra Supriyatna
|
|
|
18
|
Hurul Aini Damaindah
|
|
|
19
|
Ikhwan Ramadhan
|
|
|
20
|
Ilham Maulana
|
|
|
21
|
Linda Iga Mawarni
|
|
|
22
|
Lupiah
|
|
|
23
|
Maesafitri
|
|
|
24
|
Mariana
|
|
|
25
|
Muhammad Afrial
|
|
|
26
|
Muhammad Kadavi
|
|
|
27
|
Muhammad Syukur
|
|
|
28
|
Novia Rahmawati
|
|
|
29
|
Nur Alizah
|
|
|
30
|
Nur laela
|
|
|
31
|
Nur Rachmad Agni
|
|
|
32
|
Panca Akbar
|
|
|
33
|
Puji Santoso
|
|
|
34
|
Rahayu Ningsih
|
|
|
35
|
Rangga Irawan
|
|
|
36
|
Resti Juniarti
|
|
|
37
|
Rifki Setiawan
|
|
|
38
|
Rika Prianti
|
|
|
39
|
Riko
|
|
|
40
|
Rizki Septiyadi
|
|
|
41
|
Rohadi
|
|
|
42
|
Romansyah
|
|
|
43
|
Selvia Mela Saputri
|
|
|
44
|
Siti Hardianti
|
|
|
45
|
Siti Maesaroh
|
|
|
46
|
Siti Maslihah
|
|
|
47
|
Siti Nuraeni
|
|
|
48
|
Siti Nuraisyah
|
|
|
49
|
Siti Nurholis
|
|
|
50
|
Sri Septiani
|
|
|
51
|
Syifa Farizka
|
|
|
52
|
Tiari Julia Larasati
|
|
|
53
|
Vira Alwiyani
|
|
|
54
|
Virziawan Yusuf
|
|
|
55
|
Vivi Oktaviani
|
|
|
No
|
NAMA SISWA KELAS II.A
|
No
|
NAMA SISWA KLS II.B
|
1
|
Restiana
|
1
|
Muh. Yastian
|
2
|
Rosita
|
2
|
Siti Sarah
|
3
|
Agung
|
3
|
Fadillah Nurahman
|
4
|
Andina Mutiara
|
4
|
Adit Prasetya
|
5
|
Andiansyah
|
5
|
Nuryana
|
6
|
Anggara Nur Rizki
|
6
|
Abdul Jabal Haerul
|
7
|
Annur Iqsan
|
7
|
Adi Winarsono
|
8
|
Arya Budianto
|
8
|
Agia Fitria Novita
|
9
|
Audy Sih Antara
|
9
|
Ahmad Fadillah
|
10
|
Awalia Safitri. J.W
|
10
|
Aldi Firmansyah
|
11
|
Ayu Trina Damayanti
|
11
|
Alpina Putri
|
12
|
Bagas Stenly Putra. S
|
12
|
Annisa
|
13
|
Candra Saputra
|
13
|
Ardiansyah
|
14
|
Della Aryanti
|
14
|
Arif Santoso
|
15
|
Deni Indra Pratama
|
15
|
Bayu Darmawan
|
16
|
Gilang Firdaus
|
16
|
Bunga Azzuhruf
|
17
|
Haryadi Suhartono
|
17
|
Catika Imany
|
18
|
Irwan Febrian
|
18
|
Cici Pramita
|
19
|
Iyas Saputra Parapat
|
19
|
Danang Saputra
|
20
|
Jessica Patricia SSZ
|
20
|
Dede Saputra
|
21
|
Julia Dewi Risnandar
|
21
|
Dewi Anggraeni
|
22
|
Kurnia Dhava Raihan
|
22
|
Dika Maryanti
|
23
|
Mia Oktaviani
|
23
|
Fadillah Widiyanto
|
24
|
Moch. Doni Irawan
|
24
|
Fatimah Az Zahra
|
25
|
M. Alvin Utomo
|
25
|
Giodhica
|
26
|
M. Fikri Firdaus
|
26
|
Hanif Al Ansori
|
27
|
M. Iqbal
|
27
|
Indriani
|
28
|
M.Ramadhan
|
28
|
Karissa Dinda Syahrini
|
29
|
Naufal Maulana
|
29
|
Mahes Arya Dendi
|
30
|
Rahmad Gunawan
|
30
|
Mahdi
|
31
|
Rima Shabahussudur
|
31
|
M. Bagas Prayoga
|
32
|
Riski Pratama
|
32
|
Mutiara Syifa
|
33
|
Rizka Ayu Romadhona
|
33
|
Nuraini Rahmadani
|
34
|
Siti Nurhasanah
|
34
|
Nurlatifah
|
35
|
Sukmawijaya
|
35
|
Pidrian
|
36
|
Syafira Sella Mahkata
|
36
|
Paisal Ramadhan
|
37
|
Windy Juniar
|
37
|
Rangga
|
38
|
Yoga Aditya
|
38
|
Rara Fitriah
|
39
|
Yudha Kamajaya
|
39
|
Riany Fitri
|
40
|
Yulianto
|
40
|
Roaidah
|
41
|
Yuli Nayuan
|
41
|
Siti Hajar
|
42
|
|
42
|
Siti Lutpiah
|
43
|
|
43
|
Sopyan Lukman
|
44
|
|
44
|
Tari Sartika
|
45
|
|
45
|
Tri Andi Setiawan
|
No
|
NAMA SISWA KELAS I.A
|
No
|
NAMA SISWA KLS I.B
|
1
|
Aviva Azhari
|
1
|
Nikmah Rilo Cahyati
|
2
|
Aldi Agustian
|
2
|
Sulaiman Hittiveuw
|
3
|
Aisyah
|
3
|
Aliyah Cikita Amanda
|
4
|
Alika Ningrum
|
4
|
Anita Refa Sifi
|
5
|
Amidan Aprianus
|
5
|
Bayu Purwatiya Rasella
|
6
|
Andini Maharani
|
6
|
Devi Liannti
|
7
|
Ara Frestiani
|
7
|
Dewi Aprilianti
|
8
|
Eva Rohngatul Khamaidah
|
8
|
Friska Cintania
|
9
|
Febriyanti
|
9
|
Hendar
|
10
|
Ferdiansyah Nugroho
|
10
|
Iman Hendrawan
|
11
|
Givar Asyukron
|
11
|
Intan Purnamasari
|
12
|
Intan Nuraeni
|
12
|
Ireza Wijaya
|
13
|
Kholifah Anggraeni
|
13
|
Irsyad Kamil
|
14
|
Muhammad Raihan
|
14
|
Maulana Rafi
|
15
|
Muhammad Rizki
|
15
|
Marsellynawati
|
16
|
Muhammad Chaerul Anwar
|
16
|
Muhammad Fadil
|
17
|
Muhammad Ridwan
|
17
|
M. Kay Mayonaka Chan
|
18
|
Mukti Ali Sanntoso
|
18
|
Muhammad Nabawi
|
19
|
Nabila Putri Eliana
|
19
|
Muhammad Ramadhan
|
20
|
Premi Afrija Saherfia
|
20
|
Muhammad Rangga
|
21
|
Reksa Bintang Sagara
|
21
|
Muhammad Ridho
|
22
|
Restu Aji Saputra Hasibuan
|
22
|
Muhammad Riko Rifai
|
23
|
Rika Ayu Safitri
|
23
|
Nadya Wahyu Pratiwi
|
24
|
Rivaldi Prasetyo
|
24
|
Nazwa Tiarani
|
25
|
Riyan Firdaus
|
25
|
Nova Amanda Putri
|
26
|
Silvia Binta
|
26
|
Nur Eliza
|
27
|
Siti Salwaliah
|
27
|
Pirmansyah
|
28
|
Subadra
|
28
|
Rojali
|
29
|
Syaiful Bahri
|
29
|
Rumsikha Thahiran
|
30
|
Vina Yuniar
|
30
|
Sabrina Aisya Putri
|
31
|
Yosi
|
31
|
Salsa Putri Wulandari
|
32
|
|
32
|
Siti Nur Apriyani
|
33
|
|
33
|
Tegar YulianPamungkas
|
34
|
|
34
|
Udin Safarudin
|
35
|
|
35
|
Mad Topa Sobari
|
VISI SDN BINONG V
Terwujudnya sekolah yang unggul
dibidang seni suara dan musik dengan berlandaskan iman dan taqwa pada tingkat Kecamatan Tahun 2012
MISI
1.
Meningtkatkan kopetensi Guru
dibidang seni suara dan musik
2.
Menambah waktu untuk mata pelajaran
seni budaya dan keterampilan
3.
Melengkapi alat-alat musik
4.
Meningkatkan pemahaman dan
pengamalan ajaran Agama Islam melalui siraman rohani
5.
Mewajibkan mengucapkan salam dan
menghormati teman dalam kehidupan sehari-hari
6.
Meningkatkan mutu proses belajar
mengajar
PROFIL SEKOLAH
1.
Nama Sekolah : SD Negeri Binong V
2.
NIS/NPSN : 100170/20604584
3.
NSS :
101280305017
4.
Kode pos : 15810
5.
Tahun berdiri : 1989 ( pemekaran dari SDN Binong I )
6.
Akreditasi : A
7.
Luas Tanah : 1500 m
8.
Luas Bangunan : 600 m
9.
Denah Lokasi : Sekolah Terdiri dari 4 SD Negeri ( I, II, IV dan V )
SD Negeri Binong I dan II Pagi
SD Negeri Binong IV dan V Siang
T
Ruang
Kelas
|
Ruang
Kelas
|
Ruang
Kelas
|
Ruang
Kantor II dan V
|
WC Siswa
Mushalla
|
BAK
SAMPAH
TEMPATPARKIR
KENDARAAN BALAI DESA BINONG
|
|
Ruang Kelas
|
SDN BINONG II dan IV
Lapangan Sekolah
SDN BINONG I dan V
|
Ruang I
|
|
Ruang Kelas
|
Ruang
I
|
|
Ruang Kelas
|
Ruang
I
|
|
Ruang Kelas
|
Ruang
Kelas
|
Ruang
Kelas
|
Ruang
Kelas
|
|
BALAI DESA BINONG
|
|
Gudang
WC Siswa
|
Ruang
Perpus
|
Ruang Kantor
I
dan V
|
Ruang
Kantor
Idan
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jln.
Raya Binong
Keterangan : 1. Sebelah Timur Rumah Penduduk
2. Sebelah Utara Rumah penduduk dan Ruko
3. Sebelah Barat GOR Bulu Tangkis Merah Putih
4. Sebelah Selatan Balai Desa Binong dan Ruko
NAMA-NAMA GURU SD NEGERI BINONG V
Tahun 2010/2011
No.
|
NAMA
|
GOL
|
MENGAJAR
|
KELAS
|
AGAMA
|
1.
|
Dra SUPARTINI
NIP. 19630207198304 2 004
TTL. Banyumas, 07 – 02 – 1963
|
IV. B
|
KEPSEK
|
-
|
Islam
|
2.
|
SRI WAHYUNI, S.Pd
NIP. 19590705197905 2 001
TTL. Bantul, 05 – 07 – 1959
|
IV. A
|
Guru Umum
|
V
|
Islam
|
3.
|
NURMAYA SIHOMBING, S.Pd
NIP. 19620512198305 2 011
TTL. Sibaninbanon, 12 – 05 – 1962
|
IV. A
|
Guru Umum
|
III
|
Keristen Protestan
|
4.
|
RATNASIH, S.Pd
NIP. 19690812199103 2 016
TTL. Tangerang, 12 – 08 – 1969
|
T
|
Guru Umum
|
I. A
|
Islam
|
5.
|
ETI SUPIDAH, S.Pd
NIP. 131438863
TTL. Tasik Malaya, 26 – 05 – 1966
|
IV. A
|
Guru Kertakes
|
I s/d VI
dan II. A
|
Islam
|
6.
|
AI YUNAENI, S.Pd
NIP. 19680715200801 2 016
TTL. Sukabumi, 15 – 07 - 1968
|
III. A
|
Guru Umum
|
IV
|
Islam
|
7.
|
MARPUDIN, S.PdI
NIP. 19710616200604 1 015
TTL. Tangerang, 16 – 06 - 1971
|
II. C
|
Guru Agama Islam
|
I s/d VI
|
Islam
|
8.
|
SULASTRI, S.PdI
NIP. 19690927200701 2 013
TTL. Jakarta, 27 – 9 – 1969
|
II. B
|
Guru kelas
|
VI
|
Islam
|
9.
|
AISAH YUNIARSIH, S.PdI
NIP. 19680626200701 2 016
TTL. Cianjur, 26 – 6 – 1968
|
II. B
|
Guru Kelas
|
1.B
|
Islam
|
10.
|
LIESDA KOMARLINA, S.Pd
NIP. –
TTL. Jakarta, 10 – 08 – 1985
|
-
|
GuruB. Inggris
|
I s/d VI
|
Islam
|
11.
|
DEDI SETIAWAN, S.Pd
NIP. –
TTL. Bogor, 30 – 09 – 1988
|
-
|
Guru Penjaskes
|
I s/d VI
|
Budha
|
12.
|
REVI INDAH PURWANTI, S.Pd
NIP. –
TTL. Tangerang, 16 – 07 – 1990
|
-
|
Guru Kelas
|
II. B
|
Islam
|
13.
|
RASTO
NIP. -
TTL. Ciamis, 14 – 08 - 1952
|
II. B
|
Penjaga Sekolah
|
-
|
Islam
|
B.Temuan
Temuan Penelitian
Penelitian
diadakan di Lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Dasar tempat penulis mengabdikan ilmu yaitu SDN
Binong 5 Curug Tangerang dengan diawali permintaan izin kepada Kepala Sekolah
untuk mengadakan penelitian di sekolah dengan melibatkan para siswa.
Pendidikan
yang diadakan dalam rangkaian pembinaan
akhlak siswa sangat diperlukan, bahkan tidak hanya dilakukan oleh guru
bidang studi agama saja, tetapi juga dilakukan oleh guru-guru lainnya secara
umum. Namun guru-guru bidang studi agama tentunya lebih memiliki peluang dan
kesempatan dalam setiap tujuan pembelajarannya terutama dalam bidang akhlak.
Dari
observasi penulis, beberapa hal yang dapat dijadikan sumber data antara lain :
a. Kegiatan
Belajar Mengajar di SDN Binong 5 Curug Tangerang
Dalam
kurikulum Kementerian Agama RI jelas tercantum tujuan pembelaran yang tidak
hanya berorientasi pada ranah kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor. Ini
artinya, SDN Binong 5 Curug Tangerang pada jam-jam pelajaran agama sangat
memperhatikan hal tersebut.
Guru
bidang studi agama Islam yang mengajar disini sudah menyelesaikan program studi
strata satunya
Mata
pelajaran agama menjadi mata pelajaran andalan untuk mencetak siswa yang
berakhlak mulia. Dan kesuksesan seorang guru dinilai dari perubahan kelakuan
seorang siswa baik di sekolah, rumah, tempat bermain atau di kehidupannya
sehari-hari.
Kegiatan
Belajar Mengajar di SDN Binong 5 Curug Tangerang berjalan dengan baik dan
lancar. Karena pada prakteknya guru benar-benar memberi contoh, menjadi teladan
bagi murid-muridnya. Seperti pembiasaan-pembiasaan mengucapkan salam cium
tangan kepada guru, bertutur kata lembut kepada sesama dan lain sebagainya. Dan
murid-muridpun nampak mengikuti apa yang diajarkan oleh guru.
Dari
hasil observasi ini menunjukkan bahwa guru berhasil menanamkan kebiasaan yang
baik dan terpuji kepada siswa-siswinya. Hal ini menjadi sebuah pandangan
lengkap tentang upaya guru dalam meningkatkan akhlak siswa.
b. Persiapan
pembelajaran
Seperti
biasanya, seorang guru akan mempersiapkan apa yang akan diajarkan sebelum ia
masuk dalam kelas. Karena sesungguhnya keberhasilan Kegaiatan Belajar Mengajar
terletak pada pemilihan metode yang tepat. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh guru dalam rangka meningkatkan akhlak siswa, antara lain :
1. Rencana
Program Pembelajaran lebih menitik beratkan pada sisi afektif dan psikomotor,
bukan lagi hanya pada kognitif.
2. Hendaknya
memilih metode pembelajaran yang banyak melibatkan demonstrasi.
3. Menentukan
praktek dalam setiap materi yang disampaikan.
4. Melakukan
evaluasi dengan menyampaikan kisah-kisah sebagai perumpamaan.
5. Memberi
apresiasi dan sangsi atas setiap perilaku siswa yang baik dan tercela.
c.
Upaya guru dalam
meningkatkan akhlak siswa melalui disiplin.
Di
era globalisasi ini, akhlak menjadi pembicaraan serius .Hal ini karena memang
pergeseran nilai yang terjadi pada generasi muda sekarang sudah terlalu jauh.
Mungkin jika semua guru menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, hal ini
tidak akan terjadi. Terbukti di SDN Binong 5 Curug Tangerang, siswa-siswinya
berperilaku terpuji, hal ini didukung pula dengan rendahnya angka pelanggaran.
Beberapa hal yang sudah ditanamkan di SDN Binong 5 Curug Tangerang dalam bidang
disiplin antara lain,
· Siswa
datang ke sekolah harus tepat waktu,
· Siswa
harus menggunakan seragam yang sudah ditetapkan pihak sekolah.
· Siswa
tidak dibenarkan keluar kelas ketika jam pelajaran berlangsung kecuali ada
sesuatu hal.
· Tidak
dibolehkan berkelahi, mencorat-coret dinding sekolah, merusak fasilitas
sekolah, membuang sampah bukan pada tempatnya, dan pelanggaran-pelanggaran
lainnya.
· Siswa
harus menjaga nama baik SDN Binong 5 Curug Tangerang
Dari
sinilah seorang guru dapat melihat apa saja yang menjadi kendala bagi seorang
siswa dalam menjalankan disiplin sekolah, dan menjadi bahan evaluasi bagi guru
untuk memilih metode pembelajaran yang lebih efektif guna meningkatkan akhlak
siswa.
Proses
pendidikan pada dasarnya adalah kegiatan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, serta membina akhlak siswa. Seperti kita ketahui, bahwa akhlak
merupakan suatu bentuk perilaku serta sikap siswa yang turut menentukan masa
depannya. Pembinaan akhlak bukan merupakan tugas guru bidang studi agama
semata, tetapi lebih dari itu, ia merupakan tanggung jawab bersama antara orang
tua, guru dan masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan disiplin di sekolah wajib
didukung guna meningkatkan akhlak siswa.
Upaya
lainnya yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan akhlak siswa, adalah
berbagai kegiatan. Berikut ini ada beberapa alternatif pembinaan siswa yang
dapat menunjang kedisiplinan, antara lain :
a) Pembinaan dalam kegiatan keagamaan,
b)
Pembinaan kepribadian,
c)
Pengawasan pelaksanaan tata tertib,
d)
Pembinaan hubungan dengan orang tua siswa.
Berikut ini penjelasannya satu persatu.
a) Pembinaan
dalam kegiatan keagamaan
Kegiatan
keagamaan merupakan salah satu bentuk kegiatan yang mencoba menawarkan
pembinaan akhlak yang baik. Melalui kegiatan ini para siswa diajak untuk
memaknai hidup sebagai hamba Allah SWT. Diantara kegiatan-kegiatan tersebut
adalah Peringatan Hari-hari Besar Islam, Pesantren Kilat, kegiatan renungan
pada acara-acara perkemahan dan lain-lain.
b) Pembinaan
kepribadian
Kepribadian
merupakan sikap perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Kepribadian seorang
siswa perlu dibina dan dikembangkan agar ia mampu hidup mandiri dan bertanggung
jawab. Selain itu, pembinaan kepribadian siswa merupakan upaya yang ditempuh
guru dalam membantu siswa untuk menumbuhkan rasa percaya diri (confidence).
unsur-unsur kepribadian itulah yang harus menjadi prioritas utama yang harus
dilakukan guru dalam membina kepribadian siswa.
Oleh
karena itu, membina akhlak siswa tidak hanya dibebankan kepada guru dan
sekolah, akan tetapi orang tua dan masyarakat di sekitar anakpun perlu terlibat
dalam pembentukan etika siswa.
c) Pengawasan
pelaksanaan tata tertib
Akhlak
merupakan kondisi yang menimbulkan keselarasan dan keseimbangan dalam suatu
kehidupan bersama. Dalam kehidupan sekolah, kondisi ini, mencerminkan
keteracuan pergaulan siswa, penggunaan sarana dan penggunaan waktu yang tepat.
Dalam
pengawasan pelaksanaan tata tertib di sekolah, ada beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian dari para pengawas pelaksana tata tertib tersebut, antara
lain :
§ Tata
tertib harus disusun secara rinci dan sistematis, ada tata tertib untuk siswa,
untuk guru atau karyawan, serta memuat hal-hal yang dilarang dianjurkan.
§ Untuk
menciptakan tata tertib, sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah mutlak
diperlukan. Seperti tempat sampah, WC dan lain-lain.
§ Mengatur
jadwal piket guru agar pelaksanaan pengawasan tata tertib dapat dikontrol
dengan baik.
Secara
lebih khusus Departemen Pendidikan Nasional mengemukakan beberapa tugas
guru-guru bidang studi Agama dan Bahasa Indonesia yang bertanggung jawab
terhadap pembinaan watak, ketaqwaan dan budi pekerti peserta didik di sekolah.
Tugas-tugas itu sebagai berikut :
· Mengarahkan
kegiatan yang bersifat pembiasaan terhadap peserta didik untuk menerapkan
nilai, norma-norma yang ada, seperti saling tegur sapa, mengucapkan salam,
mendo’akan, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan lain-lain.
· Membimbing
sikap berdisiplin dalam berbagai kegiatan sekolah yang mengandung nilai budi
pekerti, seperti ibadah, menghimpun bantuan dana untuk menolong orang yang
terkena musibah, mendengarkan siraman rohani dan lain-lain.
· Mengadakan
lomba kesenian seperti sandiwara, menulis, melukis dan lain-lain.
· Memantau
dan mengawasi sikap dan perilaku siswa dalam kegiatan dan pergaulan
sehari-hari.
· Memimpin
dan mengkoordinir kegiatan siswa yang dapat menciptakan rasa aman dan
menyenangkan di lingkungan sekolah.
d) Pembinaan
hubungan dengan orang tua siswa
Selain
hal-hal diatas, hubungan orang tua siswa dengan para guru dan sekolah juga
perlu kiranya mendapat perhatian. Orang tua di rumah harus mampu menjadi guru
kedua di rumah, dan sebaliknya juga guru harus mampu menjadi orang tua kedua di
sekolah, sebab anak masih sangat membutuhkan bimbingan dan keteladanan dari
orang tua, guru dan masyarakat disekitarnya. Orang tua dan masyarakat yang
berbudi pekerti luhur akan diteladani oleh anak. Demikian pula sebaliknya, jika
mereka berkepribadian yang buruk, bukan mustahil bila mereka kelak akan meniru
kepribadian tersebut.
A. Solusi dari temuan penelitian
Agar
tercapai sasaran yang diharapkan dalam penelitian ini, penulis telah melakukan
proses pembuktian hipotesis yang telah diajukan. Adapun hipotesis yang telah
diajukan terrangkum dalam pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara yang diajukan
kepada para siswa SDN Binong 5 Curug Tangerang. Berikut penulis deskripsikan
hasil penelitian sebagai berikut :
Penelitian pertama.
Jika guru melakukan
bentuk-bentuk kegiatan dalam rangka peningkatan akhlak siswa, maka tingkat kedisiplinan
siswa di SDN Binong 5 Curug Tangerang bertambah.
Penelitian kedua.
Jika upaya peningkatan
akhlak yang dilakukan oleh guru tidak sesuai dengan kondisi sekolah dan
masyarakat sekitar, maka disiplin di SDN Binong 5 Tangerang akan mengalami
hambatan.
Penelitian ketiga
Jika guru mampu
mengatasi kendala-kendala yang ada dalam peningkatan akhlak siswa di SDN Binong
5 Tangerang maka tingkat kedisiplinan
akan bertambah.
B. Kendala-kendala dalam Penelitian
Selama
penulisan skripsi ini, penulis menemukan banyak kendala di lapangan. Ada
beberapa yang dapat langsung diselesaikan, tetapi tidak sedikit juga kendala
yang hingga penelitian ini disidangkan belum tidak terpecahkan. Secara global
dapat penulis sampaikan sebagai berikut :
1.
Kurangnya minat
para siswa dalam mengikuti kegiatan-kegiatan terutama yang berkaitan dengan
keagamaan. Hal ini karena memang pada dasarnya mereka sudah merasa cukup
memiliki pengetahuan agama dari kegiatan belajar mengajar di kelas.
Solusi yang dapat
penulis sampaikan adalah agar pihak SDN Binong 5 Curug Tangerang mewajibkan
kepada seluruh siswa untuk mengikuti setiap acara keagamaan.
Kurangnya tenaga-tenaga
ahli dalam bidang da’wah, bahkan cenderung membosankan bagi para siswa.
Solusi yang dapat
penulis sampaikan adalah hendaknya pihak sekolah tidak melibatkan guru-guru
yang ada di sekolah untuk mengisi acara-acara keagamaan, tetapi mengundang
ustadz yang lebih ahli dalam bidang orasi. Hal ini guna mengantisipasi rasa
bosan siswa-siswi.
2.
Terdapat lembaga
pendidikan Dasar lainnya yang jaraknya tidak jauh, sehingga menimbulkan
persaingan dalam kegiatan belajar mengajar, yang terkadang terasa tidak sehat.
Solusi yang dapat penulis sampaikan
adalah agar pihak sekolah menambah kegiatan ekstra kurikuler yang tidak
dimiliki oleh lembaga lain, dengan tanpa meninggalkan nilai-nilai serta ciri
khas dari sekolah itu sendiri.
Kendala
terakhir tentunya adalah keterbatasan waktu, jika penulis disediakan waktu yang
memadai untuk melakukan penelitian ini, maka hasil yang didapat akan jauh lebih
baik.
PENUTUP
1.Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, sebagai
berikut :
1.
Pendidikan
akhlak merupakan sesuatu yang sangat penting, karena sesuai dengan kandungan
ayat-ayat al Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.
2.
Bentuk pembinaan
akhlak yang dilakukan oleh guru di Sekolah Dasar Negeri Binong 5 Curug
Tangerang, mencakup dua kegiatan yang bersifat ekstra kurikuler seperti
kegiatan keagamaan pada hari-hari besar islam, pesantren kilat dan pramuka,
sedangkan yang bersifat intra kurikuler diintegrasikan pada saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung, bahkan hal ini tidak hanya dituntut dari
guru-guru bidang studi agama, melainkan kepada seluruh guru,
3.
Hambatan-hambatan
dalam upaya pembinaan akhlak siswa di
Sekolah Dasar Negeri Binong 5 Curug Tangerang antara lain :
a).Kurangnya dukungan dari para orang tua murid
serta masyarakat dalam mengawasi para siswa pada saat mereka berada diluar
lingkungan sekolah.
b).Kurang
konsistennya pembinaan dari guru-guru kelas, seperti pemberian sangsi, hukuman
atau hadiah pada murid yang melanggar atau menjalankan disiplin.
Upaya
yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan pembinaan
akhlak di Sekolah Dasar Negeri Binong 5 Curug Tangerang adalah dengan
memberikan teladan, memotivasi siswa dan mengevaluasi peningkatan akhlak siswa,
terutama dalam pengawasan, baik di sekolah maupun di rumah, dengan bekerja sama
dengan para orang tua murid dan masyarakat.
2.Saran-saran
Dalam
rangka meningkatkan akhlak peserta didik agar dapat dirasakan dengan baik,
menggairahkan dan tidak menakuti murid serta lebih terarah, maka hendaknya guru
di Sekolah Dasar Negeri Binong 5 Curug Tangerang menyelenggarakan kegiatan
pembinaan tersebut dalam bentuk yang terprogram secara khusus, menyenangkan dan
tidak monoton serta berkesinambungan.
Dalam
menjaga peningkatan akhlak tentu akan mengalami hambatan. Maka pihak sekolah
dalam hal ini diharapkan untuk meminimalisir faktor-faktor penghambat tersebut,
dengan berusaha melengkapi fasilitas dan menjaganya, menjalin kerja sama dengan
pihak orang tua murid dan masyarakat, meminta semua guru dan wali kelas untuk
mengintegrasikan peningkatan akhlak siswa secara konsisten, efektif dan
berkesinambungan.
Agar
kedisiplinan di Sekolah Dasar Negeri Binong 5
dapat diwujudkan dengan baik, hendaknya para murid meneledani sikap atau
perilaku para guru yang berdedikasi tinggi dan menunjukan loyalitas dalam
tugas. Selain itu perlu juga murid belajar bertanggung jawab dan menerima
sangsi atas pelanggaran yang ia perbuat.
Demikian
juga hendaknya para orang tua di rumah serta lingkungan masyarakat
mampumengarahkan dan membimbing siswa siswinya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
Yatimin, Studi Ahklak Dalam Perspektif Al-qur’an. Jakarta, 2007
Abidin Ibnu Rusd, Pemikiran
Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998
Abuddin Nata, Manajemen
Pendidikan, edisi ke-1, Jakarta: Prenada Media, 2003.
_______,
Metodologi Studi Islam, Ed, Revisi, Cet.Ke11, RajaGrapindoPersada, Jakarta,
2007
Aminuddin,
Pendidikan Agama Islam Untuk perguruan tinggi Umum, Cet.Ke 2, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2005
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan
Filsafat Pendidikan Islam, cet. ke-1, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, Cara
Belajar Abad XXI, terj. Dedy Ahimsa, cet. ke-1, Bandung: Nuansa, 2002.
Daniel Goleman, Social
Intelligence Ilmu Baru tentang Hubungan Antar-Manusia, terj. Hariono S.
Imam, cet. ke-1, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Dep. Pend. Dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990
Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka, Dasar-dasar Pendidikan,
cet. ke-7, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
1998/1999.
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian RI, 2010, “Lomba Fun Science 2010”, http:
//pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=6001,
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis, cet. ke-3, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007
Gordon Dryden dan Jeannette Vos, Revolusi
Cara Belajar (The Learning Revolution): Belajar Akan Efektif Kalau Anda Dalam
Keadaan “Fun” Bagian I: Keajaiban Pikiran, terj. Word++ Translation
Service, cet. ke-1, Bandung: Kaifa, 2000.
H. Hamzah B. Uno, Profesi
kependidikan. Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Bumi
Aksara, Jakarta, 2008
Imam Al-Ghazali, Ringkasan Ihya
Ulumuddin, Suntingan Abu Fajar Al Qalami, Gitamedia Press, Surabaya, 2003
Kementerian Pendidikan Nasional, http:
//www.kemdiknas.go.id/media/103777/ permen_27_2008.pdf, tanggal 23 Maret
2011, pukul 20.37.
Lexy
J. Moleong, Metododologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2002
M. Ngalim Purwanto, Administrasi
dan Supervisi Pendidikan, cet. ke-12, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003.
Marimba.
Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung. PT. Al-Ma’arif,
1989.
Marzuki,
Metodologi Riset, Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta, 1989
Masyhur,
Kahar. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta: Rineka Cipta, 1994
Moh
Nazir, 1988. Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia, 1988
Mudiyaharjo,
Redja, Pengentar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT Grafindo
Persada, Cet ke-2,. 2002.
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan
Islam Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2006
Muhammad Yunus, Kamus Arab
Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Jakarta, 1984
Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, cet. ke-7, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002.
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek, cet. ke-3, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2000.
Narbuka
dan Ahmadi, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002.
Presiden Republik Indonesia, www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/104.pdf,
Pupuh Fathurrohman dan Sobry
Sutikno, Strategi Belajar Mengajar – Strategi Mewujudkan Pembelajaran
Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, cet. ke-2, Bandung:
Refika Aditama, 2007.
Ramayulis, Metodologi Pendidikan
Agama Islam, cet. ke- IV, Kalam Mulia, Jakarta, 2005
Razak
Nazaruddin, Dienul Islam. Bandung: Al-Ma’arif, 1973
Sardiman A. M., Interaksi &
Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005
Shafique Ali Khan, Filsafat
Pendidikan Al-Ghazali, Pustaka Setia, Bandung, 2005
Subandijah, Pengembangan dan
Inovasi Kurikulum, cet. ke-2, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996.
Sudijono,
Anas, Pengantar Statistik pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada, 1996
Sugiyono,
Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta, 2005.
Suharsimi
Arikonto, ProsedurPenelitian Suatu pendekatan Praktek, Jakarta: PT.
Rineka Cipta,, Cet. XII, 2002
Wikipedia Indonesia, “Pedagogi”,
http: //id.wikipedia.org/wiki/Pedagogi, tanggal 23 Maret 2011, pukul 20.54.