INSAN TAQWA

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA,INSAN TAQWA ,ADALAH MANUSIA YANG SELALU MELAKSANAKAN AJARAN ALLAH DAN ROSULNYA,PENGUMUMAN BAGI SIAPA SAJA YANG KESULITAN MENGHITUNG HARTA WARIS,TLP.081310999109/081284172971/0215977184 DENGAN BAPAK WAHDAN.SAG

Kamis, 23 Desember 2010

ARISTOTELES



Masa muda
Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia tengah). Pada usia 17 tahun, Aristoteles bergabung menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun. Pada masa itu, ia sempat pula menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, tetapi ketika Alexander berkuasa di tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM.

IJMA PERKARA BAKU YANG DIMENTAHKAN



Dada boleh terbakar, tapi akal tetap dingin. Slogan ini barangkali menjadi penghibur bagi para da’i ketika mengcounter pemikiran nyleneh dan sesat.

Mengikuti perkembangan pemikiran Islam ‘protestan liberal yang makin ngawur sungguh memuakkan, menjenuhkan dan menjengkelkan. Namun, diperlukan pikiran dingin untuk mendudukkan persoalan sehingga persoalan dapat didudukkan secara proporsional, masyarakat juga bisa menerima dengan lapang.

ARAB PRA ISLAM

Sumber Peradaban Pertama

PENYELIDIKAN mengenai sejarah peradaban manusia dan dari mana pula asal-usulnya, sebenarnya masih ada hubungannya dengan zaman kita sekarang ini. Penyelidikan demikian sudah lama menetapkan, bahwa sumber peradaban itu sejak lebih dari enam ribu tahun yang lalu adalah Mesir. Zaman sebelum itu dimasukkan orang kedalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah. Sarjana-sarjana ahli purbakala (arkelogi) kini kembali mengadakan penggalian-penggalian di Irak dan Suria dengan maksud mempelajari soal-soal peradaban Asiria dan Funisia serta menentukan zaman permulaan daripada kedua macam peradaban itu: adakah ia mendahului peradaban Mesir masa Firaun dan sekaligus mempengaruhinya, ataukah ia menyusul masa itu dan terpengaruh karenanya?
Apapun juga yang telah diperoleh sarjana-sarjana arkelogi dalam bidang sejarah itu, samasekali tidak akan mengubah sesuatu dari kenyataan yang sebenarnya, yang dalam penggalian benda-benda kuno Tiongkok dan Timur Jauh belum memperlihatkan hasil yang berlawanan. Kenyataan ini ialah bahwa sumber peradaban pertama - baik di Mesir, Funisia atau Asiria - ada hubungannya dengan Laut Tengah; dan bahwa Mesir adalah pusat yang paling menonjol membawa peradaban pertama itu ke Yunani atau Rumawi, dan bahwa peradaban dunia sekarang, masa hidup kita sekarang ini, masih erat sekali hubungannya dengan peradaban pertama itu.

IBNU QUDAMAH DAN IBNU KHALDUN


Ibnu Qudamah Al Maqdisi
Beliau adalah seorang imam, ahli fiqih dan zuhud, Asy Syaikh Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah Bin Ahmad Bin Muhammad Ibnu Qudamah al-Hanbali al-Almaqdisi. Beliau berhijrah ke lereng bukit Ash-Shaliya, Damaskus, dan dibubuhkanlah namanya ad-Damsyiqi ash-Shalihi, nisbah kepada kedua daerah itu. Dilahirkan pada bulan Sya’ban 541 H di desa Jamma’il,salah satu daerah bawahan Nabulsi, dekat Baitil Maqdis, Tanah Suci di Palestina. Saat itu tentara salib menguasai Baitil Maqdis dan daerah sekitarnya. Karenanya, ayahnya, Abul Abbas Ahmad Bin Muahammad Ibnu Qudamah, tulang punggung keluarga dari pohon nasab yang baik ini hajrah bersama keluarganya ke Damaskus dengan kedua anaknya, Abu Umar dam Muwaffaquddin, juga saudara sepupu mereka, Abdul Ghani al-Maqdisi, sekitar tahun 551 H (Al-Hafidz Dhiya’uddin mempunyai sebuah kitab tentang sebab hijrahnya pendududk Baitul Maqdis ke Damaskus. Di Damaskus mereka singgah di Masjid Abu Salih, di luar gerbang timur. Setelah dua tahun di sana, mereka pindahke kaki gunung Qaisun di Shalihia, Damaskus. Di masa-masa itu Muwaffaquddin menghafal Al Quran dan menimba ilmu-ilmu dasar kepada ayahnya, Abul’Abbas, seorang ulama yang memiliki kedudukan mulia srta seorang yang zuhud.Kemudian ia berguru kepada para ulama Damskus lainnya. Ia hafal Mukhtasar Al Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal) dan kitab-kitab lainnnya.

BIOGRAFI IBNU HAJAR AL-ATSQOLANI DAN SYAIKH FAUZAN


Ibnu Hajar Al-Atsqolani
Imam Ibnu Hajar rahimahullahu ta’ala dilahirkan pada tanggal 12 Sya’ban 773 H, di Mesir. Beliau tumbuh besar di Mesir. Setelah ibunya meninggal, lalu beliau dipelihara oleh ayahnya dengan penuh kasih sayang dan perlindungan yang ketat. Beliau bernama Al-Imam Al-Hafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Atsqolani rahimahullahu ta’ala, Syaikhul Islam, pemegang bendera Sunnah, qadhi al-qudhat, Abu Al-Fadhl. Ayahnya adalah seorang ahli di bidang fiqh, bahasa ‘Arab, qira’ah, dan sastra, cerdas, terhormat dan disegani. Beliau pernah menjabat sebagai qadhi, suka menulis dan profesional dalam hal mengajar dan berfatwa.
Beliau hafal Al-Qur’an dalam usia sembilan tahun, beliau juga hafal Al-‘Umdah, Al-Hawi Ash-Shaghir, Mukhtashar Ibnu Hajib Al-Ashli, Mulhat Al-A’rab dan sebagainya. Yang pertama kali beliau tekuni adalah pembahasan kitab Al-‘Umdah pada usia masih kecil kepada Al-Jamal bin Zhahirah di Makkah, kemudian beliau belajar suatu ilmu kepada Ash-Shadr Al-Absithi di Kairo.

IMAM SYATIBI


Bapak Maqasid al-Syari’ah Pertama

Musthafa Said al-Khin dalam bukunya al-Kafi al-Wafi fi Ushul al-Fiqh al-Islamy membuat sebuah terobosan baru mengenai kecenderungan aliran dalam Ilmu Ushul Fiqh. Bila sebelumnya hanya dikenal dua aliran saja, yaitu Mutakallimin dan fuqaha atau Syafi’iyyah dan Hanafiyyah, al-Khin membaginya menjadi lima bagian: Mutakallimin, Hanafiyyah, al-Jam’i, Takhrij al-Furu’ ‘alal Ushul dan Syathibiyyah
Musthafa Said al-Khin dalam bukunya al-Kafi al-Wafi fi Ushul al-Fiqh al-Islamy membuat sebuah terobosan baru mengenai kecenderungan aliran dalam Ilmu Ushul Fiqh.[1] Bila sebelumnya hanya dikenal dua aliran saja, yaitu Mutakallimin dan fuqaha atau Syafi’iyyah dan Hanafiyyah, al-Khin membaginya menjadi lima bagian: Mutakallimin, Hanafiyyah, al-Jam’i, Takhrij al-Furu’ ‘alal Ushul  dan Syathibiyyah