Fatwa Politik
Tentang : Partai Politik Dalam Islam
Dalam hal ini memang ada dua titik ekstrem dikalangan umat Islam. Pertama, kaum sekuleris yang beranggapan bahwa: Islam Yes Partai atau Politik Islam No. Kedua, sebagian aktifis gerakan atau aliran keislaman yang membid’ahkan partai Islam karena mereka beranggapan tidak ada contohnya dimasa Rasul SAW.
Islam adalah agama yang sempurna (QS 2:208), mencakup aspek diin (agama) dan daulah (negara). Dan Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin dan pemimpin Islam selanjutnya -jika kita menggunakan konteks sekarang- adalah para pemimpin negara. Hukum-hukum yang terdapat dalam Alqur’an dan Sunnahpun sebagian besarnya tidak mungkin diterapkan kecuali dalam ruang lingkup negara. Disebutkan dalam literatur Islam bahwa tugas pemimpin adalah ‘hirasatudin wa siyasatudunya bihi’ (memelihara agama dan menegatur urusan dunia dengan aturan agama ) (Al-Mawardi dalam Al-Ahkaam As-Sulthoniyah hal 3). Jadi mengatur segala urusan dunia(negara) adalah politik. Jika kita kembali kepada ayat-ayat Alqur’an maka kita akan menemukan banyak kisah-kisah yang sarat dengan dunia perpolitikan seperti kisah Ibrahim AS vs Namrud, Musa AS vs Firaun, Thalut vs Jalut dan Rasullulah SAW vs kuffar Quraisy, Yahudi dan Nasrani. Ini semua berkaitan dengan dimensi politik, namun kita bisa membedakan siapa diantara mereka yang selalu menegakkan nilai-nilai kebenaran dan yang selalu membaking nilai-nilai kebatilan (QS 9:32). Imam Al-Bujairimi dalam kitabnya – at-Tajrid linnafi’ al-‘abid vol 2, hal 178 berkata:” Siyasah adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat”. Ibnul Qoyyim dalam kitabnya ‘ilamul Muaqiin’ vol 4 hal 375 membagi siyasah menjadi dua, siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah), siyasah yang benar adalah bagian dari syari’ah. Maka bernegara, mengangkat pemimpin dan berpolitik adalah kewajiban yang disepakati ulama. Apabila politik ini merupakan kendaraan atau sarana untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan keindahan yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul SAW.