INSAN TAQWA

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA,INSAN TAQWA ,ADALAH MANUSIA YANG SELALU MELAKSANAKAN AJARAN ALLAH DAN ROSULNYA,PENGUMUMAN BAGI SIAPA SAJA YANG KESULITAN MENGHITUNG HARTA WARIS,TLP.081310999109/081284172971/0215977184 DENGAN BAPAK WAHDAN.SAG

Kamis, 23 Desember 2010

IBNU QUDAMAH DAN IBNU KHALDUN


Ibnu Qudamah Al Maqdisi
Beliau adalah seorang imam, ahli fiqih dan zuhud, Asy Syaikh Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah Bin Ahmad Bin Muhammad Ibnu Qudamah al-Hanbali al-Almaqdisi. Beliau berhijrah ke lereng bukit Ash-Shaliya, Damaskus, dan dibubuhkanlah namanya ad-Damsyiqi ash-Shalihi, nisbah kepada kedua daerah itu. Dilahirkan pada bulan Sya’ban 541 H di desa Jamma’il,salah satu daerah bawahan Nabulsi, dekat Baitil Maqdis, Tanah Suci di Palestina. Saat itu tentara salib menguasai Baitil Maqdis dan daerah sekitarnya. Karenanya, ayahnya, Abul Abbas Ahmad Bin Muahammad Ibnu Qudamah, tulang punggung keluarga dari pohon nasab yang baik ini hajrah bersama keluarganya ke Damaskus dengan kedua anaknya, Abu Umar dam Muwaffaquddin, juga saudara sepupu mereka, Abdul Ghani al-Maqdisi, sekitar tahun 551 H (Al-Hafidz Dhiya’uddin mempunyai sebuah kitab tentang sebab hijrahnya pendududk Baitul Maqdis ke Damaskus. Di Damaskus mereka singgah di Masjid Abu Salih, di luar gerbang timur. Setelah dua tahun di sana, mereka pindahke kaki gunung Qaisun di Shalihia, Damaskus. Di masa-masa itu Muwaffaquddin menghafal Al Quran dan menimba ilmu-ilmu dasar kepada ayahnya, Abul’Abbas, seorang ulama yang memiliki kedudukan mulia srta seorang yang zuhud.Kemudian ia berguru kepada para ulama Damskus lainnya. Ia hafal Mukhtasar Al Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal) dan kitab-kitab lainnnya.

Ia memiliki kemajuan pesat dalam menkaji ilmu. Menginjak umur 20 tahun, ia pergi ke Bghdad ditemani saudara sepupunya, Abdul Ghani al-Maqdisi (anak saudara laki-laki ibunya) dan keduanya umurnya sama.
Muwaffaquddin semula menetap sebentar di kediaman Syekh Abdul Qadir Al-Jailani,di Baghdad. Saat itu Shaikh berumur 90 tahun. Ia mengaji kepada beliau Mukhtasar Al-Khiraqi denagan penuh ketelitian dan pemahaman yang dalam, karena ia talah hafal kitab itu sejak di Damaskus. Kemudian wafatlah Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah.
Selanjutnya ia tidak pisah dengan Syaikh Nashih al-Islam Abul Fath Ibn Manni untuk mengaji kepada belia madzab Ahmad dan perbandingan madzab. Ia menetap di Baghdad selama 4 tahun. Di kota itu juga ia mengaji hadis dengan sanadnya secara langsung mendengar dari Imam Hibatullah Ibn Ad-Daqqaq dan lainnya. Setelah itu ia pulang ke Damaskus dan menetap sebentar di keluarganya. Lalu kembali ke Baghdad tahun 576 H.
Di Baghdad dalam kunjungannya yang kedua, ia lanjutkan mengajihadis selama satu tahun, mendengar langsung dengan sanadnya dari Abdul Fath Ibn Al-Manni. Setelah itu ia kembali ke Damaskus.
Pada tahun 574 H ia menunaikan ibadah haji,seusai ia pulang ke Damaskus. Di sana ia mulai menyusun kitabnya Al-Mughni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal). Kitab ini tergolong kitab kajian terbesar dalam masalah fiqih secarar umum, dan khususnya di madzab Imam Ahmad Bin Hanbal. Sampai-sampai Imam ‘Izzudin Ibn Abdus Salam As-Syafi’i, yang digelari Sulthanul ‘Ulama mengatakan tentang kitab ini: “Saya merasa kurang puas dalam berfatwa sebelum saya menyanding kitab al-Mughni”.
Banyak para santri yang menimba ilmu hadis kepada beliau, fiqih, dan ilmu-ilmu lainnya. Dan banyak pula yang menjadi ulama fiqih setelah mengaji kepada beliau. Diantaranya, kpeonakannya sendiri, seorang qadhi terkemuka, Syaikh Syamsuddin Abdur Rahman Bin Abu Umar dan ulama-ulama lainnya seangkatannya.
Di samping itu beliau masih terus menulis karya-karya ilmiah di berbagai disiplin ilmu, lebih-lebih di bidang fiqih yang dikuasainya denagn matang. Beliau banyak menulis kitab di bidang fiqih ini,ynag kitab-kitab karyanya membuktikan kamapanannya yang sempurna di bidang itu. Sampai-sampai ia menjadi buah bibir orang banyak dari segala penjuru yang membicarakan keutamaan keilmuan dan munaqib (sisi-sisi keagungannya).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: ”Setelah Al-Auza’i, tidak ada orang yang masuk ke negri Syam yang lebih mapan di bidang fiqih melebihi Al-Muwaffaq”.
Ibnu Ash-Shalah berkata: ”Saya tidak pernah melihat orang alim seperti Al-Muwaffaq”.
Cucu Ibn Al-Jauzi barkata: ”Orang yang melihat Al-Muwaffaq seakan-akan ia melihat salah seorang sahabat nabi. Seakan-akan cahaya memancar dari wajahnya.”
Imam Al-Muwaffaqiq adalh seorang imam di berbagai disiplin ilmu syar’i. Di zaman beliau, setelah saudaranya(Abu Umar), tiada orang yang lebih zuhud, lebih wara’ dan lebih mapan ilmunya melebihi beliau.
Beliau mengikuti jejek As-Salaf dalam masalah aqidah, kezuhudan, dan kewara’an. Beliau sangat pemalu, sangat menjauh dari gemerlapnya dunia dan dari pengejarnya. Beliau sosok yang pemaaf, tidak kaku dan sangat rendah hati, cinta kepada orang yang kesusahan, mulia akhlaknya, banyak berkorban untuk orang lain, tekun beribadah, kaya keutamaan, berotak cerdas, sangat jeli dalam ilmunya, sangat tenang, sedikit bicara, dan banyak kerja. Orang merasa tentram dan damai dengan sekedar memandang wajahnya walau sebelum beliau berbicara. Kebaikan dan kemuliaan sifat beliau tidak terhitung. Al-Hafidzh Dhiya’uddin al-Maqdisi, demikian juga al-Hafidzh Adz-Dzahabi, menulis sebuah kitab tentang biogrfi Imam Ibnu Qudamah ini.
Kemasyhuran Imam Ibnu Qudamah tidak terbatas pada masalah keilmuan dan ketaqwaan, akan tetapi beliau juga seorang mujahod yang terjun di medan jihad fisabilillah bersama pahlawan besar Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil menyatukan kekuatan militer umat Islam pada tahun 583 H untuk menumpas tentara salib dan membersihkan tanah suci Quds dari najis mereka. Para penulis biografi Imam Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa belia dan saudara kandungnya, Abu Umar, beserta murid-murid beliau dan beberapa orang keluarganya turut berjihad di bawah panji-panij para mujahidin yang dimenangkan oleh Alloh ini. Beliau berdua dan murid-muridnya mempunyai satu kemah yang senantiasa berpindah-pindah kemanapun para mujahidin berpindah dan mengambil posisi.
Imam Ibnu Qudamah wafat pada hari Sabtu,tepat di hari Idul Fithri tahun 629 H. Beliau dimakamkan di kaki gunung Qasiun di Shalihiya, di sebuah lereng di atas Jami’ Al-Hanabilah (masjid besar para pengikut madzab Imam Ahmad Bin Hanbal).

Ibnu Khaldun
Jika kita berbicara tentang seorang cendekiawan yang satu ini, memang cukup unik dan mengagumkan. Sebenarnya, dialah yang patut dikatakan sebagai pendiri ilmu sosial. Ia lahir dan wafat di saat bulan suci Ramadan. Nama lengkapnya adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu Khaldun.
Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan Barat dan Timur, baik Muslim maupun non-Muslim. Dalam perjalanan hidupnya, Ibnu Khaldun dipenuhi dengan berbagai peristiwa, pengembaraan, dan perubahan dengan sejumlah tugas besar serta jabatan politis, ilmiah dan peradilan. Perlawatannya antara Maghrib dan
Andalusia, kemudian antara Maghrib dan negara-negara Timur memberikan hikmah yang cukup besar. Ia adalah keturunan dari sahabat Rasulullah saw. bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah.
Lelaki yang lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H/27 Mei 1332 M adalah dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.
Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai peristiwa, baik suka dan duka. Ia pun pernah menduduki jabatan penting di Fes, Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru dunia. Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau. Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.
Dalam semua bidang studinya mendapatkan nilai yang sangat memuaskan dari para gurunya. Namun studinya terhenti karena penyakit pes telah melanda selatan Afrika pada tahun 749 H. yang merenggut ribuan nyawa. Ayahnya dan sebagian besar gurunya meninggal dunia. Ia pun berhijrah ke Maroko selanjutnya ke Mesir; Periode kedua, ia terjun dalam dunia politik dan sempat menjabat berbagai posisi penting kenegaraan seperti qadhi al-qudhat (Hakim Tertinggi). Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun sempat juga dijebloskan ke dalam penjara.
SETELAH keluar dari penjara, dimulailah periode ketiga kehidupan Ibnu Khaldun, yaitu berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-’ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-’Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.
Kitab al-i’bar ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun. Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German dan Austria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern.
Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen, Scotland dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.
Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat moderen dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat dan kelima, menerangkan tentang ekonomi dalam individu, bermasyarakat maupun negara. Sedangkan bab ke enam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan teori sejarah.
Ibnu Khaldun sangat meyakini sekali, bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.
ADA beberapa catatan penting dari sini yang dapat kita ambil bahan pelajaran. Bahwa Ibnu Khaldun menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tidak meremehkan akan sebuah sejarah. Ia adalah seorang peneliti yang tak kenal lelah dengan dasar ilmu dan pengetahuan yang luas. Ia selalu memperhatikan akan komunitas-komunitas masyarakat. Selain seorang pejabat penting, ia pun seorang penulis yang produktif. Ia menghargai akan tulisan-tulisannya yang telah ia buat. Bahkan ketidaksempurnaan dalam tulisannya ia lengkapi dan perbaharui dengan memerlukan waktu dan kesabaran. Sehingga karyanya benar-benar berkualitas, yang di adaptasi oleh situasi dan kondisi.
Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Alquran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”
Jadi, nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam kajiannya, disamping mengkaji ilmu-ilmu lainnya. Kehancuran suatu negara, masyarakat, atau pun secara individu dapat disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai spritual. Pendidikan agama sangatlah penting sekali sebagai dasar untuk menjadikan insan yang beriman dan bertakwa untuk kemaslahatan umat. Itulah kunci keberhasilan
Ibnu Khaldun, ia wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M.



Tidak ada komentar: